Beberapa tahun yang lalu, ketika saya masih new comer di lalulintas Jakarta (baru punya motor maksudnya), saya pulang dari arah perempatan Pasar Minggu menuju arah Pasar rebo. Tepat saat akan lewat pertigaan condet lampu pengatur lalulintas berubah jadi merah. Saya berhenti di barisan paling depan, dan segera motor-motor lain berhenti pula di samping kiri-kanan saya bahkan banyak pula yang merangsek ke depan melewati garis pembatas. Begitu arus dari arah kiri terhenti, semua motor di kiri kanan depan belakang saya berjalan (motor kok berjalan ya) maju meninggalkan pertigaan. Padahal lampu masih merah dan harusnya giliran dari arah depan untuk berjalan. Tinggallah saya motor sendirian di barisan paling depan.
Tepat di belakang saya sebuah angkot T19 jurusan depok Taman Mini. Melihat semua motor sudah maju tinggal saya sendiri, supir angkot tersebut memukul-mukul pintu angkotnya sendiri sambil membentak-bentak saya "MAJU!!". Saya bingung karena lampu memang masih merah dan arus dari depan sudah mulai maju. Akhirnya saya memutuskan untuk tetap berdiam dan membiarkan supir angkot tersebut marah-marah. Supir angkot tersebut rupanya tergolong nekat, melihat saya berkeras untuk tetap diam, dia majukan angkotnya pelan-pelan sampai angkotnya nempel belakang motor saya, kemudian dengan angkotnya tersebut dia mendorong motor saya! Saya ketakutan, akhirnya memajukan motor saya melewati pembatas dan mengarahkan motor saya ke kanan, ke tengah-tengah pertigaan sehingga angkot tersebut dapat lewat. Huffff, pengalaman yang menimbulkan efek buruk. Sejak itu, saya selalu ikut arus bila berhenti di lampu merah. Bila arus motor maju, maka saya akan ikut maju walaupun sebetulnya lampu masih merah dan bukan giliran kita untuk maju
Kejadian kedua terjadi hari senin kemarin. Saya pulang dari Bandung naik Bis P arah Lebak Bulus. Biasanya bis tersebut keluar dulu di Pasar rebo untuk menurunkan penumpang. Tetapi berdasarkan aturan baru (yang aneh menurut saya) bis jurusan Lebak Bulus tidak boleh keluar di Pasar rebo. Sebagai akibatnya, Saya dan banyak penumpang lain diturunkan di jalan Tol sebelum pintu keluar pasar Rebo. Lumayan jauh juga jarak kami harus berjalan kaki untuk sampai di pintu keluar. Bebera bapak-bapak nampaknya tidak telaten untuk berjalan sejauh itu, memutuskan untuk memanjat tembok pembatas tol. Dan akhirnya semua mengikuti. Tinggal saya kebingungan, mau ikut manjat atau terus berjalan kaki. Tidak mau berjalan sendirian, akhirnya saya memutuskan ikut memanjat. Dalam hati ketar-ketir juga jangan-jangan ada murid atau orang tua murid yang lihat bu guru ini sedang memanjat tembok pembatas tol
Jadi kalau ada yang lewat di Tol Pasar Rebo hari senin tanggal 22 Februari 2010 jam 9.30, dan melihat seseorang yang berbaju dan berkerudung cokelat memanjat tembok pembatas tol, itulah saya