Belajar, sebuah kata yang amat akrab dengan kita. Dalam dunia pendidikan maupun dalam keseharian kita. Sebagian besar orang tua akan menyuruh anaknya untuk "belajar" pada jam tertentu. Sebagian lagi resah karena anaknya tak mau "belajar" dan sibuk membongkar mobil-mobilannya dan berusaha merakitnya kembali. Sebagian merasa senang ketika anaknya duduk manis sambil komat-kamit menghapalkan tahun berapa terjadi perang apa, dan merasa bahwa anaknya sedang "belajar".
Tapi benarkah, benarkah pengertian seperti itu yang dimaksud dengan belajar?
Belajar adalah proses untuk menguasai cara melakukan sesuatu. Belajar adalah upaya untuk menguasai keterampilan tertentu. Hasil dari sebuah pembelajaran adalah skill, keterampilan. Menghapal informasi bukanlah proses belajar. Bahkan mengetahui informasi baru bukanlah hasil belajar. Bagaimana cara mencari informasi itulah keterampilan hasil belajar. Bagaimana mengolah dan memanfaatkan informasi itulah yang harusnya diajarkan.
Coba renungkan ilustrasi berikut:
Ketika anak kita menjadi seorang jurnalis, ketika dia butuh informasi sejarah untuk bahan tulisannya, tidak ada seorangpun yang akan menuduhnya mencontek ketika dia membuka buku sejarah sebagai referensinya. Lalu mengapa kita memaksa anak-anak kita untuk hapal kejadian yang waktu terjadinya saja mereka belum lahir?
Ketika anak kita menjadi seorang ahli tumbuhan, siapa yang akan menyalahkan dia ketika dia membuka buku referensi untuk menentukan taksonomi sebuah tumbuhan? Lalu mengapa kita memaksa anak-anak kita untuk hafal nama-nama asing njelimet yang sebetulnya dengan mudah dapat dibaca dibuku?
Ketika anak kita menjadi akuntan, tidak ada yang akan mencelanya ketika dia menggunakan kalkulator, bahkan komputer untuk hitung-hitungan akuntansinya, lalu mengapa kita ngotot memaksa anak kita hapal perkalian?
Tahu dan hapal informasi adalah sesuatu yang baik dan akan sangat bermanfaat. Tapi memaksa anak untuk hapal dan menganggapnya sebuah pembelajaran itu yang tidak benar.
Padahal, ketika anak kita membongkar dan merakit kembali mobil-mobilannya, saat itu dia sedang belajar. Ketika anak-anak kita berkonflik dengan temannya, saat itu dia sedang belajar bersosialisasi. Ketika anak kita membolos dari pelajaran yang tidak disukainya, dia sedang belajar untuk memilih dan mengambil resiko. Sayangnya kita lebih suka mencegahnya dan bukan mengarahkannya.
Note : ditulis oleh seorang guru yang frustasi karena harus menjejalkan konten kurikulum kepada murid-muridnya yang akan menjalani UN.
bakhsayanda2 said: Hm, nice posting mbak , tfs ya :)
ReplyDeleteterima kasih sudah membacanya^__^
Hm, nice posting mbak , tfs ya :)
ReplyDeletekalonica said: bagian terpenting dari belajar adalah prosesnya, bukan hasilnya.
ReplyDeletebetul, dan proses belajar itu madal hayah :)
bagian terpenting dari belajar adalah prosesnya, bukan hasilnya.
ReplyDeletenitafebri said: Muridnya kan biasanya ikutan Les di luar sekolah, jadi gurunya setidaknya bisa terbantu kaan.. :P
ReplyDeleteBagi saya sebetulnya itu sebuah masalah, terjadi dualisme antara sekolah dan lembaga bimbelJadi terilhami untuk mereposting sebuah tulisan saya yang lain tentang bimbel dan sekolahThanks Nit ^_^
nengmetty said: Lho, masih ngajar toh? saya kira sudah pensiun ^_^
ReplyDeletengajar privat, neng :)
saturindu said: wah...sama..saya juga lagi pusing...bagaimana menjejalkan pelajaran2 UAN dlm waktu sebulan:)
ReplyDeleteMuridnya kan biasanya ikutan Les di luar sekolah, jadi gurunya setidaknya bisa terbantu kaan.. :P
saturindu said: wah...sama..saya juga lagi pusing...bagaimana menjejalkan pelajaran2 UAN dlm waktu sebulan:)
ReplyDeleteLho, masih ngajar toh? saya kira sudah pensiun ^_^
wah...sama..saya juga lagi pusing...bagaimana menjejalkan pelajaran2 UAN dlm waktu sebulan:)
ReplyDeletekalonica said: cara berpikir lebih utama agar membuka jalan ke arah mana pikiran mestinya ditujukan, dan bagaimana hati membawa kepada pikiran yang terarah, lurus dan tidak maju mundur atau miring kiri kanan.
ReplyDeleteIya deh, sepakat ^_^
nengmetty said: Kalau menurut saya dua-duanya. Setidaknya saya ingin meberikan rel berfikir bagi murid-murid saya. Batasannya adalah benar salah, syar'i atau tidak dsb ^_^
ReplyDeletecara berpikir lebih utama agar membuka jalan ke arah mana pikiran mestinya ditujukan, dan bagaimana hati membawa kepada pikiran yang terarah, lurus dan tidak maju mundur atau miring kiri kanan.
nitafebri said: Belajar dalam hal apa dulu nih, kalau dibilang sudah belajr untuk pelajaran, mana kita tau anak tsb sudah belajar dengan baik atau belum. Harap guru memaklumi, skali lagi sepertinya ada yg salah dg pendidikan kita. Kurikulum terlalu berat. saya bandingn ini saat adik saya SMP LN, beban belajarnya tak seberat saat di jakarta, walaupun sekolahnya hingga sore hari, karena masuknya jam 9 pagi. Namun semua dijalani dengan santai karena kurikulum dan pelajaran tak membebani mesti dengan standar Nilai.
ReplyDeleteBetul sekali, itulah permasalahan pendidikan kita. Muatan kurikulum yang ampun-ampun. Padahal sebagian besarnya tidak terpakai di dunia real....................
Belajar dalam hal apa dulu nih, kalau dibilang sudah belajr untuk pelajaran, mana kita tau anak tsb sudah belajar dengan baik atau belum. Harap guru memaklumi, skali lagi sepertinya ada yg salah dg pendidikan kita. Kurikulum terlalu berat. saya bandingn ini saat adik saya SMP LN, beban belajarnya tak seberat saat di jakarta, walaupun sekolahnya hingga sore hari, karena masuknya jam 9 pagi. Namun semua dijalani dengan santai karena kurikulum dan pelajaran tak membebani mesti dengan standar Nilai.
ReplyDeletedebapirez said: Tenang aja nengmetty, saya slalu sedia payung sblm hujan airmata kok haha...
ReplyDeleteBahkan itupun sebuah pembelajaran ya?Ok deh aku promosiin tawarannya, tapi kita sharing profit ya............^_^
ceumimin said: Euleuh c neng, kapan urang teh kedah memiliki rasa simpathy dan emphatie..Ku basa ge kapan urang janten saderek, tah barudak teh putra putrina saderek abdi sadayana, kapan barudak abdi oge sanes...Mampir nyak ka saung abdi...
ReplyDeleteeh, leresnya ceuGeuning teu nyayogikeun buku tamunya disaungna?Sami atuh, hehehe
duniauchi said: menghafal bisa lupa.yg penting mengerti.bgitukah?
ReplyDeleteBetul begitu UchiInformasi itu, yang biasanya dituntut guru untuk dihapal murid, kalau dibutuhkan, kapanpun selalu tersedia baik itu di buku, di ensiklopedi dan di internet. Jadi buat apa kita menghapalnya? Di dunia real, kita boleh kok membuka buku untuk mencari informasi. Siapa yang mau bilang kita nyontek?
kalonica said: sekolah tidak mengajarkan apa yang harus kita pikirkan, tapi mengajarkan kita cara berpikir..
ReplyDeleteKalau menurut saya dua-duanya. Setidaknya saya ingin meberikan rel berfikir bagi murid-murid saya. Batasannya adalah benar salah, syar'i atau tidak dsb ^_^
Tenang aja nengmetty, saya slalu sedia payung sblm hujan airmata kok haha...
ReplyDeletenengmetty said: dupi Ceuceu teh anu timana tea, mani ngangken ka murid-murid pribados
ReplyDeleteEuleuh c neng, kapan urang teh kedah memiliki rasa simpathy dan emphatie..Ku basa ge kapan urang janten saderek, tah barudak teh putra putrina saderek abdi sadayana, kapan barudak abdi oge sanes...Mampir nyak ka saung abdi...
menghafal bisa lupa.yg penting mengerti.bgitukah?
ReplyDeletesekolah tidak mengajarkan apa yang harus kita pikirkan, tapi mengajarkan kita cara berpikir..
ReplyDelete@ceu MiminKeu heulaananPunten ah bade tumaros, dupi Ceuceu teh anu timana tea, mani ngangken ka murid-murid pribados
ReplyDeletenengmetty said: Mangga, mana murangkalihna?
ReplyDeleteEta geuning payuneun eneng di kelas...Kan barudak abdi oge..
@ceu miminLeres pisan ceuMangga, mana murangkalihna?
ReplyDelete@lintangMonggo ........ duduk manis ya :)
ReplyDeleteWah repot nya yang kayak gini bila berhadapan dengan kurikulum yang sudah dipatenkan oleh diknas, dan guru berusaha mengejar target...Punten akh teh, titip barudak...
ReplyDeletenumpang sinau.....biar pinter
ReplyDelete@mas Dedy Jaminan? Bukannya baru saja terdepak?*aaammmpuuuun
ReplyDeleteBelajar, apapun, dimanapun, dan dgn siapapun itu, pasti ada gunanya. Kalau ada yg mau belajar merayu wanita, saya rela berbagi kok hehe..
ReplyDeletetotoksapto said: Setidaknya menurutku ada 2 jalan/metode dalam merubah sistem:1. Mendapatkan posisi kunci yg strategis hingga punya kemampuan taktis merubah fundamental sistem.2.Bikin sistem yg lain (baru), yg menjadi katakanlah pilot project, hingga ketika dah tampil, sistem ini yang akan diapply / diadopt / didistribusikan ke yg lain...
ReplyDeleteWaduh, dua-duanya ketinggian buat sayasaya mulai dari kelas saya saja deh, cuma itu yang mungkin buat saya^__^
Mulai darimana ya? Hmmm.......Setidaknya menurutku ada 2 jalan/metode dalam merubah sistem:1. Mendapatkan posisi kunci yg strategis hingga punya kemampuan taktis merubah fundamental sistem.2.Bikin sistem yg lain (baru), yg menjadi katakanlah pilot project, hingga ketika dah tampil, sistem ini yang akan diapply / diadopt / didistribusikan ke yg lain...Memulai dari mana...? Hmmm..... Kalau sudah ada yg merintis (memulai), pertanyaan itu tidak relevan ya?
ReplyDeletetotoksapto said: Dan kayaknya sistem pendidikan yg sekarang,.... Sepanjang yg saya lihat ..... secara umum masih sama!So, PR kita untuk merubah itu......AYO!
ReplyDeleteAyo, kita mulai dari mana?
Jadi inget 'Sekolahan" itu cikal-bakalnya, yang bikin/menciptakan (di sini) kan Belanda (Penjajah).Logikanya, kok Penjajah menginginkan masyarakatnya menjadi pintar? --- Gak mungkin kan?Emang sebelum Belanda bikin Sekolahan, dulu tidak ada "tempat pendidikan masyarakat/generasi muda"?So, emang benar, dari awal mulanya, Sekolahan adalah salah 1 alat politik Belanda, tempat untuk mendidik masyarakat supaya TIDAK TANGGAP dg kondisi kebutuhan lingkungan. (Tidak ikut berjuang).Masyarakat disibukan dengan tetek-bengek ilmu ini-itu yg TIDAK DIBUTUHKAN dlm solusi kebutuhan masyarakat real.Dan kayaknya sistem pendidikan yg sekarang,.... Sepanjang yg saya lihat ..... secara umum masih sama!So, PR kita untuk merubah itu......AYO!
ReplyDeletesaturindu said: saya ketiban sampur
ReplyDeletesampur apaan sih?
nengmetty said: Kayak-kayaknya pernah baca sudah ngga sempet karena cape kerja. Atau saya salah ingat ya eh salah baca........^_^
ReplyDeletebenar...sekarang banyak lemburnya...jadi, waktunya sudah nyaris tak ada:)
nitafebri said: Muridnya kan biasanya ikutan Les di luar sekolah, jadi gurunya setidaknya bisa terbantu kaan.. :P
ReplyDeletejustru krn murid saya tidak mendapatkan 'pembelajaran yg cukup di sekolahnya, saya ketiban sampur...hehe.mesti memberikan les privat,
saturindu said: ngajar privat, neng :)
ReplyDeleteKayak-kayaknya pernah baca sudah ngga sempet karena cape kerja. Atau saya salah ingat ya eh salah baca........^_^
zukruf85 said: hemm..baru tahu kl anti tuh guru,,lihatdigroup ada Jargon juga,,,hmm,,,salut deh,,
ReplyDeleteTerima kasih^__^
hemm..baru tahu kl anti tuh guru,,lihatdigroup ada Jargon juga,,,hmm,,,salut deh,,
ReplyDelete