Pages

Tuesday, April 28, 2009

SEKOLAH VERSUS BIMBINGAN BELAJAR (SEBUAH REPOSTING)

Bila anda menjadi orang tua dari anak yang duduk di kelas 6 SD, atau di kelas 3 SMP (kelas 9) atau dikelas 3 SMA (kelas 12), apa yang sedang anda cemaskan?

Sementara sistem pendidikan diluar sana mempersiapkan siswa-siswanya menjadi seorang problem solver, maka kita hanya mempersiapkan siswa kita menjadi seorang test answerer (mudah-mudahan istilahnya benar). Cara berfikirnya adalah kalau kita ingin anak kita berhasil, maka dia harus kuliah di universitas yang bagus (ternama), dan untuk masuk universitas ternama tersebut kansnya lebih besar bagi yang berasal dari SMA favorit. Untuk masuk SMA favorit, kesempatannya lebih besar kalau berasal dari SMP favorit pula. Karena untuk dapat masuk ke SMP atau SMA favorit harus memiliki skor nilai yang tinggi, dan nilai tersebut didapat berdasarkan banyaknya soal test (entah EBTANAS, UAN ataupun TAU) yang dapat dijawab dengan benar, MAKA dipersiapkanlah anak-anak kita untuk dapat mengerjakan soal test tersebut sebaik-baiknya. Maka berjamuranlah lembaga-lembaga bimbingan belajar. Lho kok bimbel? Karena bimbel-bimbel tersebutlah yang mempersiapkan anak-anak kita mengerjakan soal-soal test apapun. Mereka punya bank soal yang lengkap, variasi soal yang banyak, dapat memprediksi soal seperti apa yang akan keluar pada test nanti. Anehnya pula, mereka-mereka yang sudah bersekolah di SMP ataupun SMA favorit, banyak pula (kalau tidak mau dibilang yang paling banyak) yang ikut masuk di lembaga bimbingan belajar.

Jika orang tua mengandalkan bimbel untuk keberhasilan anaknya memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, LALU, apa gunanya sekolah? Hanya sekedar pemenuhan persyaratan ijazah untuk masuk ke jenjang berikutnya?

Sebetulnya, maraknya bimbingan belajar di Negara kita (konon, bimbel itu cuma ada di Indonesia), sedikit banyak adalah representasi dari ketidakpercayaan orang tua terhadap sekolah formal. Pertanyaan besar berikutnya adalah, sebagai guru, apakah kita (TIDAK) LAYAK DIPERCAYA? Atau SISTEM PENDIDIKAN-nya kah yang tidak layak dipercaya? Atau kita sudah merasa nyaman dengan kondisi yang ada?

Tidakkah dualisme ini merupakan pemborosan waktu dan biaya? Tidakkah kita juga terlalu membebani anak-anak kita?

20 comments:

  1. elysiarizqy said: saya punya teman dari Jerman, disana sekolah gratis dan sitem pendidikannya adalah dengan pola problem solver, dimana anak didik dilatih pola pikir yang lebih maju dan tidak jarang jika gurunya salah dalam berargumen, maka gurunya juga mengakui, nah kalu disini (masih) sebaliknya, belajar=teori
    Betul, banyak sekali pembenahan yang mesti dilakukan dalam pendidikan kita^__^

    ReplyDelete
  2. saya punya teman dari Jerman, disana sekolah gratis dan sitem pendidikannya adalah dengan pola problem solver, dimana anak didik dilatih pola pikir yang lebih maju dan tidak jarang jika gurunya salah dalam berargumen, maka gurunya juga mengakui, nah kalu disini (masih) sebaliknya, belajar=teori

    ReplyDelete
  3. nitafebri said: Yaah gimana dong, Pembelajaran di sekolah tuh dirasa gak cukup buat si anak, Materi yang disampaikan guru terasa terlalu terburu-buru. Tapi selama sekolah saya blum pernah ikutan bimbel yg menjamur di ruko2. Maklum deeh jaman dulu mahal bgt ikutan bimbel huhu..Kan dulu standar kelulusan masih Hak sekolah, jadinya gak begitu mikirn standar..Tp waktu adik saya kelas 3 SMA malah di ikuti les karena UAN pake standar
    Sistem yang ada memang demikian Nitinilah carut marut pendidikan negeri kita

    ReplyDelete
  4. Yaah gimana dong, Pembelajaran di sekolah tuh dirasa gak cukup buat si anak, Materi yang disampaikan guru terasa terlalu terburu-buru. Tapi selama sekolah saya blum pernah ikutan bimbel yg menjamur di ruko2. Maklum deeh jaman dulu mahal bgt ikutan bimbel huhu..Kan dulu standar kelulusan masih Hak sekolah, jadinya gak begitu mikirn standar..Tp waktu adik saya kelas 3 SMA malah di ikuti les karena UAN pake standar

    ReplyDelete
  5. debapirez said: Dan tidak bs dipungkiri bhw byk guru2 yg bikin BIMBEL utk mencari penghasilan tambahan. Bahasa kerennya,"loe mau tau rumus2 rahasia,ikut Bimbel gw dulu.Di sekolah mah yg standar aja."
    yaaaaaah, begitu memang adanya...............tambah sedih saya

    ReplyDelete
  6. Dan tidak bs dipungkiri bhw byk guru2 yg bikin BIMBEL utk mencari penghasilan tambahan. Bahasa kerennya,"loe mau tau rumus2 rahasia,ikut Bimbel gw dulu.Di sekolah mah yg standar aja."

    ReplyDelete
  7. axhu said: di Hong Kong bimbel jg menjamur Bubahkan anak majikan seperti hanya singgah di rumah,homework jg dikerjakan di bimbeljadi bukan hanya Indonesia*menghantui wong cilik,mahal sekali pendidikan di tanah air ya,sekolah + bimbel
    Oh ada juga ya? Katanya di Jepang juga ada sihTerima kasih infonya ^__^

    ReplyDelete
  8. di Hong Kong bimbel jg menjamur Bubahkan anak majikan seperti hanya singgah di rumah,homework jg dikerjakan di bimbeljadi bukan hanya Indonesia*menghantui wong cilik,mahal sekali pendidikan di tanah air ya,sekolah + bimbel

    ReplyDelete
  9. elysiarizqy said: gimana kalau cuba, galang persatuan untuk merubah pola pikir dan sistem pendidikanaku ikut ndukung ajah, demi kemajuan dan intelektualitas anak didik, bagaimana?
    tulisan-tulisan saya dalam rangka menyamakan pola pikir omterima kasih idenya ^__^

    ReplyDelete
  10. nengmetty said: Saya sepakat.Yang menjadi masalah adalah orientasi pembelajarannya yang hanya menjadi sekedar kompetensi mengerjakan soal. Buat saya itu sebuah masalah besar:)
    gimana kalau cuba, galang persatuan untuk merubah pola pikir dan sistem pendidikanaku ikut ndukung ajah, demi kemajuan dan intelektualitas anak didik, bagaimana?

    ReplyDelete
  11. saturindu said: Proses belajar di sekolah menjadi tak efektif ketika komposisi ideal antara jumlah murid dan guru tak tercapai (tak sebanding). Dengan jumlah rata2 Murid di Sekolah Negeri yang mencapai 40-50 per kelasnya, banyak materi ajar yang tidak bisa dipahami oleh Murid, yang mempunyai beraneka ragam kemampuan. Distorsi kemampuan ini merupakan sebuah hambatan tersendiri bagi seorang pengajar, yang di lain sisi dituntut untuk menyelesaikan kurikulum tepat pada waktunya.Kekurangan inilah yang dimanfaatkan bimbel, yang hadir sebagai jawaban yang tepat terhadap permasalahan ini, karena mampu membantu siswa menyelesaikan 'sebagian pemahaman' yang tidak bisa mereka pahami di sekolah. mereka menawarkan kiat-kiat, trik dan tips yang merupakan jalan pintas dalam mengerjakan sebuah permasalahan/ soal.
    Saya sepakat.Yang menjadi masalah adalah orientasi pembelajarannya yang hanya menjadi sekedar kompetensi mengerjakan soal. Buat saya itu sebuah masalah besar:)

    ReplyDelete
  12. Proses belajar di sekolah menjadi tak efektif ketika komposisi ideal antara jumlah murid dan guru tak tercapai (tak sebanding). Dengan jumlah rata2 Murid di Sekolah Negeri yang mencapai 40-50 per kelasnya, banyak materi ajar yang tidak bisa dipahami oleh Murid, yang mempunyai beraneka ragam kemampuan. Distorsi kemampuan ini merupakan sebuah hambatan tersendiri bagi seorang pengajar, yang di lain sisi dituntut untuk menyelesaikan kurikulum tepat pada waktunya.Kekurangan inilah yang dimanfaatkan bimbel, yang hadir sebagai jawaban yang tepat terhadap permasalahan ini, karena mampu membantu siswa menyelesaikan 'sebagian pemahaman' yang tidak bisa mereka pahami di sekolah. mereka menawarkan kiat-kiat, trik dan tips yang merupakan jalan pintas dalam mengerjakan sebuah permasalahan/ soal.

    ReplyDelete
  13. narigunung said: Gimana ya...bingung juga nih.... Apakah ini berarti BIMBLE memang memberi sesuatu yang lebih dan tidak dijumpai di sekolah?Trus sekolah gratis juga membingunkan saya.... Kalau uang masuk ke negeri/spp kayaknya kalah jaun dengan uang buku...Nah mendingan mana sekarang sekolah gratis atau buku gratis ? (kalau bisa sih dua-duanya :-)
    Karena targetnya adalah sukses mengerjakan soal, maka pernyataan bahwa bimbel itu memberi sesuatu yang lebih dan tidak dijumpai di sekolah menjadi betul.Sebetulnya semua pihak harus sadar, apa sih tujuan hakiki sebuah pembelajaran sesungguhnya? Semua pihak dalam hal ini adalah orang tua, yang berwenang mengatur pendidikan dan TERUTAMA GURU SENDIRI

    ReplyDelete
  14. Gimana ya...bingung juga nih.... Apakah ini berarti BIMBLE memang memberi sesuatu yang lebih dan tidak dijumpai di sekolah?Trus sekolah gratis juga membingunkan saya.... Kalau uang masuk ke negeri/spp kayaknya kalah jaun dengan uang buku...Nah mendingan mana sekarang sekolah gratis atau buku gratis ? (kalau bisa sih dua-duanya :-)

    ReplyDelete
  15. capikabiablog said: Aduuuh pada ngomong apa siiii... makin punyeng niiii...hiks-hiks1000x...
    minum bodrek pak ^__^

    ReplyDelete
  16. Aduuuh pada ngomong apa siiii... makin punyeng niiii...hiks-hiks1000x...

    ReplyDelete
  17. elysiarizqy said: pola pikir semacam ini yang seharusnya dihilangkan
    sepakat om

    ReplyDelete
  18. beranda said: orang tua yang mengharuskan anaknya ikut bimebl ini itu...hasilnya..anaknya jenuh belajar terus...;-). Hasilnya tentu bisa di tebak...jauhhh dari yang diharapkan.
    ya, kebanyakan peserta bimbel usia SD memang karena disuruh orang tua. Orang tua khawatir kalau anaknya tidak mampu bersaing dengan teman-temannya. Salah satu penyebab hal ini juga adalah sistem kita yang masih kompetitif dan bukan kooperatif

    ReplyDelete
  19. beranda said: sekolah memang mahal...yang formal mahal yang informal lebh2. Kalo ikut bimbel karena anaknya yang butuh..toh wes lah..tapi nih ada kasus, orang tua yang mengharuskan anaknya ikut bimebl ini itu...hasilnya..anaknya jenuh belajar terus...;-). Hasilnya tentu bisa di tebak...jauhhh dari yang diharapkan. Semasa aku sekolah awal-2nya bimbel menjamur..sedih sekali nggak bisa ikut (karena extra biaya lagi). Dan sedihnya...dianggap gak keren...hiksss
    pola pikir semacam ini yang seharusnya dihilangkan

    ReplyDelete
  20. sekolah memang mahal...yang formal mahal yang informal lebh2. Kalo ikut bimbel karena anaknya yang butuh..toh wes lah..tapi nih ada kasus, orang tua yang mengharuskan anaknya ikut bimebl ini itu...hasilnya..anaknya jenuh belajar terus...;-). Hasilnya tentu bisa di tebak...jauhhh dari yang diharapkan. Semasa aku sekolah awal-2nya bimbel menjamur..sedih sekali nggak bisa ikut (karena extra biaya lagi). Dan sedihnya...dianggap gak keren...hiksss

    ReplyDelete