Saya tak hendak bernostalgia dengan memberi judul tulisan ini memori. Saya baru saja selesai membaca sebuah buku yang berjudul MEMORI KERJA DAN PROSES BELAJAR karya Susan E. Gathercole.
(Membaca buku tersebut membuat saya menyesali tahun-tahun mengajar saya yang telah lewat, terutama proses remedial terhadap siswa-siswa dengan kemampuan “low”)
Selama ini orang lebih banyak mengenal memori jangka pendek dan memori jangka panjang. Ternyata ada jenis memori yang justru berkaitan dengan setiap aktivitas kita yang dinamakan memori kerja. Memori kerja adalah kemampuan untuk menyimpan dan memanfaatkan informasi dalam waktu singkat. Memori kerja ini dapat melibatkan memori jangka pendek maupun memori jangka panjang. Memori kerja adalah memori yang kita pakai saat kita melakukan sebuah aktivitas yang melibatkan aktivitas mental.
Contoh pemakaian memori kerja adalah saat kita melakukan perhitungan mental misalkan 67 kali 85 dengan tanpa menggunakan kertas dan pinsil. Mungkin yang pertama kita lakukan adalah mengalikan 60 kali 80, dan menyimpan hasil perkalian tersebut dalam hati, untuk kemudian melakukan proses selanjutnya. Atau mungkin ada yang mengalikan dulu 67 dengan 100 untuk kemudian dikurangi 67 kali 10 dikurangi lagi 67 kali 5. Cara apapun yang kita pakai, proses perhitungan mental tersebut menggunakan memori kerja. Contoh lain adalah ketika anda mengikuti sebuah petunjuk untuk sampai disebuah tempat. Ketika anda sedang berjalan sambil mengingat-ingat untuk “belok ke kanan setelah toko buku” saat itu anda sedang memanfaatkan memori kerja anda.
Kapasitas memori kerja setiap orang berbeda-beda. Anak-anak dengan kesulitan belajar membaca dan berhitung biasanya memiliki kapasitas memori kerja yang juga rendah. Itu sebabnya mungkin anda mendapati murid anda duduk manis memperhatikan setiap ucapan anda, tapi ketika anda cek dia sama sekali tidak tahu apa yang anda bicarakan. Atau mungkin anda pernah menyuruh murid anda untuk membereskan alat-alat tulis, mengangkat bangku ke meja, dan duduk berkelompok diatas karpet. Anda mendapati seorang siswa mencoba membereskan alat tulisnya, tapi begitu melihat teman-temannya duduk berkelompok diatas karpet, dia langsung bergabung dengan teman-temannya, mengabaikan alat tulisnya yang belum rapi dan tidak mengangkat bangkunya. Dan itu sebetulnya sama sekali bukan sikap membangkang atau mengabaikan perintah. Kapasitas memori kerjanya tidak mampu menampung semua perintah itu sekaligus.
Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan guru untuk membantu siswa dengan kemampuan memori rendah. Diantara strategi –strategi tersebut adalah mengurangi beban memori kerja, dan melatih siswa untuk mengembangkan strateginya sendiri yang mendukung memori kerja. Hanya saja, ketika kita ingin seluruh siswa kita terlayani dengan baik, semua kebutuhannya terakomodasi dalam aktivitas pembelajaran dikelas, perkembangannya terpantau perindividu, seluruh strategi dicurahkan untuk mendukung perkembangan siswa, membuat saya sampai pada sebuah pertanyaan: berapa sebetulnya rasio ideal guru dan murid?
nengmetty said: dibayar berapa om? ....hehehe.....
ReplyDeletejarene tulus, lah kok malah minta bayaran he..he...tak traktir makan baso ajah, gimana?
nitafebri said: Tergantung tuh..untuk anak berkebutuhan khusus sebaiknya 1 : 5kalau SD negri sebaiknya 1:30 dg pertimbangan kapasitas karena biasanya sekolah negri muridnya over bgt dlm satu kelas jadinya tidak semua bisa mendapat perhatian guru.Klau di SD swasta biasanya 1:20/25 itu di rasa itu menurut saya looh..Gak tau deh klau menurut yg lain..
ReplyDeleteIdealnya begitu ya?Sekolah saya sudah nyaris ngalah-ngalahin SD negeri nih dalam hal rasio siswa dan guru ^_^
nengmetty said: berapa sebetulnya rasio ideal guru dan murid?
ReplyDeleteTergantung tuh..untuk anak berkebutuhan khusus sebaiknya 1 : 5kalau SD negri sebaiknya 1:30 dg pertimbangan kapasitas karena biasanya sekolah negri muridnya over bgt dlm satu kelas jadinya tidak semua bisa mendapat perhatian guru.Klau di SD swasta biasanya 1:20/25 itu di rasa itu menurut saya looh..Gak tau deh klau menurut yg lain..
elysiarizqy said: ayo siapa lagi yang mau komen...
ReplyDeletedibayar berapa om? ....hehehe.....
saturindu said: dalam beberapa refensi dikatakan bahwa rasio ideal adalah 1 : 12.Namun demikian, dengan jumlah 16-18 siswa per guru, sebenarnya proses pembelajaran masih bisa dikatakan ideal.Selain kerja individual, siswa2, kl bisa dikelompokkan dalam group masing2 berdasarkan modalitas belajar mereka : V/A/K.Selain itu perlu dibentuk 'learning buddy', yakni setiap siswa memiliki teman dalam belajar, agar diantara mereka timbul motivasi yang 'lebih'.:)
ReplyDeleteBerarti dengan muridku sekarang berjumlah 30 orang, saya layak mengeluh dong ya?Tapi memang terasa sekali bedanya ketika saya mengajar kelas yang berjumlah 15 orang. Saya hapal perkembangan setiap individu. Sekarang, dengan jumlah murid 30 orang, mereka berubah menjadi angka statistik: pelajaran sains 6 orang belum mencapai target, matematika 3 orang perlu remedial, .....................hehehe..............
asyik dapet pelajaran lagi neh, maksih tuk semua, jadi merefresh memoryayo siapa lagi yang mau komen...
ReplyDeletenengmetty said: berapa sebetulnya rasio ideal guru dan murid?
ReplyDeletedalam beberapa refensi dikatakan bahwa rasio ideal adalah 1 : 12.Namun demikian, dengan jumlah 16-18 siswa per guru, sebenarnya proses pembelajaran masih bisa dikatakan ideal.Selain kerja individual, siswa2, kl bisa dikelompokkan dalam group masing2 berdasarkan modalitas belajar mereka : V/A/K.Selain itu perlu dibentuk 'learning buddy', yakni setiap siswa memiliki teman dalam belajar, agar diantara mereka timbul motivasi yang 'lebih'.:)
kalasnikhov said: ada sebuah kasus dimana seorang anak TK hanya duduk didalam kelas tak mau bicara tak mau menurut ucapan gurunya, akhirnya sang guru marah besar dan menganggap anak ini pembangkang dan memarahinya habis2anternyata setelah diselidiki nih anak punya penyakit dalam, dia jg tidak mengerti dengan penyakitnya, yang dia tahu hanya sekolah walau dia sendiri mungkin tidak bisa berkonsentrasi karna menahan sakit.
ReplyDeleteKisah yang menyedihkanSebetulnya banyak "bekal" yang harus dipersiapkan seseorang sebelum menjadi guru, dan tidak semua didapat di bangku kuliah. Tapi yang paling utama adalah "ketulusan".
nengmetty said: Diantara strategi –strategi tersebut adalah mengurangi beban memori kerja, dan melatih siswa untuk mengembangkan strateginya sendiri yang mendukung memori kerja
ReplyDeletemudah2an semua guru bisa berpikir dewasa seperti ini.ada sebuah kasus dimana seorang anak TK hanya duduk didalam kelas tak mau bicara tak mau menurut ucapan gurunya, akhirnya sang guru marah besar dan menganggap anak ini pembangkang dan memarahinya habis2anternyata setelah diselidiki nih anak punya penyakit dalam, dia jg tidak mengerti dengan penyakitnya, yang dia tahu hanya sekolah walau dia sendiri mungkin tidak bisa berkonsentrasi karna menahan sakit.dia hanya anak seorang miskin yang orangtuanya tidak sempat memikirkan anaknya kecuali memikirkan makan untuk anaknya.i m sorry
elysiarizqy said: makasih inponyasepertinya aku termasuk yang sudah low memory
ReplyDeleteBisa dilatih tuh, ayo mau kursus melatih memori?hehehe
makasih inponyasepertinya aku termasuk yang sudah low memory
ReplyDeletetotoksapto said: Menurut saya sih, gak ada yg baku. Tergantung banyak hal. Setidaknya ada bebrapa yg penting (menurut saya); Kemampuan Guru, kemampuan & homohenitas murid/kelas, materi & obyektif dari pendidikanya.Katakanlah obyektifnya adalah tim building dg tdk ada batasan waktu,..Beda dengan ketika obyektifnya adalah penguasaan kognisi disertai batasan waktu tertentu,...
ReplyDeleteKalau disekolah saya pertimbangannya jumlah bangku yang ada ^_^
Ada yg bilang 1:5, 1:12, 1:15, 1:20. Menurut saya sih, gak ada yg baku. Tergantung banyak hal. Setidaknya ada bebrapa yg penting (menurut saya); Kemampuan Guru, kemampuan & homohenitas murid/kelas, materi & obyektif dari pendidikanya.Katakanlah obyektifnya adalah tim building dg tdk ada batasan waktu,.. Beda dengan ketika obyektifnya adalah penguasaan kognisi disertai batasan waktu tertentu,...Well, anyhow, semoga jiwa pendidik yg cerdas like yours semakin banyak dimiliki diantara kita...Amien.
ReplyDeletebakhsayanda2 said: kaya nya aku harus sekolah lagi nih .. :D
ReplyDeleteayooooo sekoolaaaaah ...............
elysiarizqy said: btw, pean ngajar di mana to?
ReplyDeleteJakarta timur om
kaya nya aku harus sekolah lagi nih .. :D
ReplyDeletenengmetty said: kejauhan :)saya pesen bakso depan sekolah saja deh, bayar sendiri ^_^
ReplyDeleteya udah deh maksi sendiri-sendiri ajah sementarabtw, pean ngajar di mana to?
elysiarizqy said: ya jangan ya belah situ neng, yang mo tembus ke klp. gading gituh, lumayan buat ngadem ma ikut liat orang mancing he..he..
ReplyDeletekejauhan :)saya pesen bakso depan sekolah saja deh, bayar sendiri ^_^
saturindu said: alat belajar sekarang memang jauh lebih lengkap dibandingkan dahulu. Karena itu, guru memang tak perlu repot2 seperti dulu (seharusnya demikian..):)*memantau secara langsung, itu yg menjadi batasan, yah?
ReplyDeleteBetul, memantau secara langsung yang menjadi masalah. Dan hal lain juga, ketika beberapa siswa dianggap belum faham atau belum mencapai pemahaman yang kita inginkan, waktu yang diperlukan untuk meremedialnya menjadi bertambah, karena dengan jumlah siswa semakin banyak jumlah yang tidak mencapai target menjadi bertambah pula :(
nengmetty said: danau sunter itu, bagian yang dilewati metro 24 (mantan kondektur hehehe) namanya kangkungan, baunya ampun-ampunngga selera saya
ReplyDeleteya jangan ya belah situ neng, yang mo tembus ke klp. gading gituh, lumayan buat ngadem ma ikut liat orang mancing he..he..
nengmetty said: sebetulnya dari segi aktivitas sih tidak terlalu masalah, ngga juga jadi one way ketika kita merancang aktivitas untuk murid (sudah ngga jaman lagi teacher talking time). Apalagi untuk aktivitas perkelompok, biasanya anak-anak suka dan serius melakukannya. Tapi pemahaman guru akan perkembangan kemampuan masing-masing individu siswanya itu yang agak repot. Karena jumlah yang dipantau menjadi amat banyak, sementara memori kerja guru juga terbatas hehehe
ReplyDeletealat belajar sekarang memang jauh lebih lengkap dibandingkan dahulu. Karena itu, guru memang tak perlu repot2 seperti dulu (seharusnya demikian..):)*memantau secara langsung, itu yg menjadi batasan, yah?
elysiarizqy said: insya Allah tenan, dimana, danau sunter po dimana, hayoo?
ReplyDeletedanau sunter itu, bagian yang dilewati metro 24 (mantan kondektur hehehe) namanya kangkungan, baunya ampun-ampunngga selera saya
nengmetty said: tenanan...............?dua porsi ya.....sama es kelapanya sekalian
ReplyDeleteinsya Allah tenan, dimana, danau sunter po dimana, hayoo?
saturindu said: sebenarnya dengan 20 siswapun, proses belajar mengajar interaktif (guru dan siswa) masih OK. Bila lebih dari itu, lebih banyak one way learning...dari guru ke siswa.itulah sebabnya mengapa kurikulum dahulu dibuat model one way...karena jumlah siswa yang terlalu banyak.Saat saya SD dulu, jumlah siswa mencapai 45 orang! Bisa dibayangkan betapa kewalahan guru!
ReplyDeletesebetulnya dari segi aktivitas sih tidak terlalu masalah, ngga juga jadi one way ketika kita merancang aktivitas untuk murid (sudah ngga jaman lagi teacher talking time). Apalagi untuk aktivitas perkelompok, biasanya anak-anak suka dan serius melakukannya. Tapi pemahaman guru akan perkembangan kemampuan masing-masing individu siswanya itu yang agak repot. Karena jumlah yang dipantau menjadi amat banyak, sementara memori kerja guru juga terbatas hehehe
elysiarizqy said: jarene tulus, lah kok malah minta bayaran he..he...tak traktir makan baso ajah, gimana?
ReplyDeletetenanan...............?dua porsi ya.....sama es kelapanya sekalian
sebenarnya dengan 20 siswapun, proses belajar mengajar interaktif (guru dan siswa) masih OK. Bila lebih dari itu, lebih banyak one way learning...dari guru ke siswa.itulah sebabnya mengapa kurikulum dahulu dibuat model one way...karena jumlah siswa yang terlalu banyak.Saat saya SD dulu, jumlah siswa mencapai 45 orang! Bisa dibayangkan betapa kewalahan guru!
ReplyDelete@mbak henieSaya nyanyi saja untuk mbak hen:bangkitlah negrikuharapan itu masih ada.....:)
ReplyDeletebetul, lalu, apakah semua materi harus ditelan oleh anak anak kita yang ternyata memorinya sangat terbatas itu? *ah, teringat si sulungku yang ekstra keras menghafal teori koperasi yang sama sekali tidak ia mengerti*Bu Metty, bisakah..bisakah saya tidak putus asa melihat ini semua?kenapa yang menentukan kebijakan pendidikan kita sama sekali tidak mengajak guru sebagai pemain lapangan untuk bicara apa yang sebenarnya diperlukan oleh anak kita?kapankah saya, kita, tidak lagi menangis dan sesak napas untuk ini semua?
ReplyDelete