Pages

Sunday, October 25, 2009

Satu Rindu dan Wisanggeni Kecil dalam Puisi, Sebuah Perbandingan

Tiada pernah lelah diri ini membilang namamu berulang-ulang. Pada tiap waktu, Kukecup dirimu dalam ribuan pagi, kala mentari masih sembunyi dalam selimut fajar, kala bunga yang masih segan keluar dari kuncupnya. Rasakanlah hadirku, yang bergulir dalam bebutir embun basahi dedaunan, mengayun manja pada pucuk dahan dalam senandung kicau burung

(Satu Rindu)

Ping,
untuk keberadaanmu,
guratan peta yang hilang dan kemudian tumbuh di kuncup bambu.
kolam kolam asing,
terminal,
stasiun,
bandar udara,
tempat urutan huruf namamu di pakukan dengan khidmat,
pantas saja,
selama ini jejak sepatuku dijauhkanya dari huma,
berakrab kekosongan.
tanpa sudut yang saling menemu.

(Wisanggeni Kecil)


Bila Sapardi Djoko Damono mengatakan bahwa puisi adalah kumpulan kata yang dapat mengungkung perasaan, begitulah agaknya dengan puisi yang dihasilkan kedua pujangga mp ini, Satu Rindu (saturindu.multiply) dan Wisanggeni Kecil (arifsibijak.multiply) Masing-masing memiliki gayanya sendiri tapi tetap indah dan enak dibaca.

Dalam hal pemilihan kata, saturindu cenderung memilih kata-kata yang manis dan santun. Banyak mengambil kata-kata yang berhubungan dengan alam dan waktu sebagai simbol untuk menyampaikan maksudnya. Kata-kata seperti senja, pantai, karang, pasir, embun adalah kata-kata yang banyak dipakai. Dalam menyusun puisinya, satu rindu mengutamakan rima yang berulang seperti: menyulam kelam, menjilat kilat, hangat tersemat sehingga saat membaca puisinya terasa amat puitis. Meskipun menggunakan analogi ataupun simbol-simbol dalam puisinya, tetapi pembaca biasanya dapat menangkap pesan yang disampaikan puisinya dengan cukup mudah.

Wisanggeni kecil adalah orang yang sangat merdeka menggunakan kata-kata. Dia tidak mau terpaku pada kosa kata yang itu-itu juga. Baginya tidaklah tabu menggunakan kata-kata yang bagi sebagian orang dianggap memiliki nilai rasa ‘kasar’ seperti: brengsek, sial, bahkan (maaf) kentut di dalam puisinya. Seringkali kalimat-kalimat dalam puisinya amat lugas dalam menyampaikan sesuatu, meskipun terkadang juga menggunakan analogi-analogi ataupun simbol-simbol yang menurutnya boleh ditafsirkan sesuka pembaca. Tidak terlalu terpaku pada rima kata tapi karena kepiawaiannya puisinya tetaplah indah dan tidak kehilangan rasa puitis magisnya.

Dari sisi tema, Satu Rindu cenderung berfokus pada satu tema sesuai dengan namanya: rindu, sebagaimana jargon yang pernah diutarakannya bahwa sitenya adalah: one stop rindu. Sampai sekarang saya masih bertanya-tanya benarkah puisi-puisinya adalah ungkapan perasaan rindu yang tak berkesudahan ataukah sebagaimana yang sempat diungkapkannya bahwa puisinya berdasarkan ide lama yang di daur ulang (mudah-mudahan bukan perasaannya yang di daur ulang). Meskipun demikian beberapa kali Satu Rindu menuliskan puisi yang lepas dari tema rindu, biasanya tema religi ataupun kematian, dan sebagaimana biasanya puisinya tetaplah indah.

Wisanggeni kecil mengambil tema yang sangat variatif untuk puisinya. Puisi pertama yang saya baca di sitenya bercerita tentang pelacur, lalu ada tema tentang perkuliahannya, tentang percintaannya baik dimasa bahagia maupun di masa kehilangannya, tentang ibunya yang telah tiada, tentang ayahnya, tentang realita hidup di sekelilingnya yang membuat penulis beberapa kali meminta beliau agar lebih hati-hati dalam ‘menggugat’ dan menisbatkan sifat terhadap Tuhan.

Untuk sudut pandang, Satu Rindu nyaris selalu membuat puisinya dari sudut pandang aku, seorang Suga Diawara yang memiliki rindu tak berkesudahan. Sedangkan Wisanggeni sering mencoba keluar dari dirinya, pernah memakai sudut pandang seekor katak (si ping yang terkenal itu) bahkan sudut pandang seorang nenek. Masing-masing memiliki kelebihannya sendiri-sendiri.

****

Berusaha menuliskan sesuatu yang lain untuk blog saya, membandingkan kedua pujangga ini akhirnya menjadi pilihan. Sempat mempertimbangkan untuk membandingkan gaya bercerita mbak Wiwik (adearin) dan mas Dedi (debapirez) yang sama-sama mempunyai gaya bercerita lincah, menarik tetapi memiliki gaya sendiri-sendiri. Tapi jujur, saya merasa kesulitan untuk mencari sisi apa yang harus dibahas. Sempat maju mundur juga, namun akhirnya saya tuliskan juga setelah mempertimbangkan resiko terbesar yang harus saya hadapi adalah disambit tangga sama si Ayip.

Buat Mas Suga dan Ayip, sama sekali saya tidak bermaksud apa-apa dengan membuat perbandingan ini, sekedar sarana saya untuk berlatih menulis. Tolong jangan merasa menjadi korban, anggap saja sebuah kehormatan :)

Buat temen-temen pujangga mp yang lain: Ima, Dedy, Uchi, Lingling, mbak Wiwik, Fath, Mbak Marya, Laras, Dzul, Ali dan siapapun yang belum tersebut, saya katakan dari sekarang saya tidak menerima permintaan untuk membahas puisi lagi :) (takut amat sih, siapa juga yang mau minta dibahas pengamat puisi amatiran begitu?)

Jadi bagaimana, apa saya berbakat jadi kolumnis majalah horison?

52 comments:

  1. Pecinta sastra n karya..hmm sipp d:-)

    ReplyDelete
  2. nengmetty said: lho ini kan perbandingan tentang kelebihan, kalau kekurangan aku sampaikan ke orangnya masing-masing, tidak dalam perbandingansory, timpukannya ngga kenaweeeee
    justru kurangnya dui situuuu,kalo belajar jadi panelis harus jurdil,ntar malah cuma karena kedekatan, ulasnya yang cakep-cakep,...ha ha, topi miring ya hormat grak !!waaa, maap kali ni jadi ceriwissssss

    ReplyDelete
  3. arifsibijak said: lagian buat pembaca yang kritis, kalo di suguhi , suruh ngicip, permen satu jenis rasa dengan yang beragam rasa, pilih mana hayoooo, : meski semua kembali ke selera = )topi miring buat pak suga !
    yip, topi miring itu maksudnya apa?

    ReplyDelete
  4. Esai sastra, dlm hal ini puisi, akan lebih komplet jika menyertakan kekurangan masing-masing karya. Bagaimanapun kritik sastra juga berperan besar dalam membangun kemajuan sastra itu sendiri. Adanya feedback akan membantu penulis untuk mencermati hal-hal yang di luar jangkauannya. Terlepas dari itu semua, salut untuk ketelitian dan kecermatan Neng Metty dalam mengurai setiap detail yang ada. :)

    ReplyDelete
  5. lagian buat pembaca yang kritis, kalo di suguhi , suruh ngicip, permen satu jenis rasa dengan yang beragam rasa, pilih mana hayoooo, : meski semua kembali ke selera = )topi miring buat pak suga !

    ReplyDelete
  6. arifsibijak said: neeeeeeeeh singkong goreng , .. .. ..
    sama teh manis panas ya^___^

    ReplyDelete
  7. arifsibijak said: model pembandinganya masih berat sebelah,....di akhir paragraf tentang sudut pandang ituuuuuuuu,mestinya bukan cuma kelebihan, tapi juga kekurangan, biar bisa membanguuun....timpuk dulu , klotak !
    lho ini kan perbandingan tentang kelebihan, kalau kekurangan aku sampaikan ke orangnya masing-masing, tidak dalam perbandingansory, timpukannya ngga kenaweeeee

    ReplyDelete
  8. nengmetty said: buat aku apa dong yip?^___^
    neeeeeeeeh singkong goreng , .. .. ..

    ReplyDelete
  9. model pembandinganya masih berat sebelah,....di akhir paragraf tentang sudut pandang ituuuuuuuu,mestinya bukan cuma kelebihan, tapi juga kekurangan, biar bisa membanguuun....timpuk dulu , klotak !

    ReplyDelete
  10. nitafebri said: saya gak begitu mengerti puisi..ttg pusi si Ayip, saya belum banyak tahu..maklum bukan contact sayanamun untuk puisi2 mas Suga.. bisa mengerti walaupun kadang juga Blank..dan asik saja membacanya karena walaupun fokusnya tentang rindu namun di buat bervariasi.
    seringkali puisi memang untuk dinikmati bukan untuk dimengerti:)

    ReplyDelete
  11. arifsibijak said: ha ha, ntar sore martabaknya dikirim,....
    buat aku apa dong yip?^___^

    ReplyDelete
  12. saya gak begitu mengerti puisi..ttg pusi si Ayip, saya belum banyak tahu..maklum bukan contact sayanamun untuk puisi2 mas Suga.. bisa mengerti walaupun kadang juga Blank..dan asik saja membacanya karena walaupun fokusnya tentang rindu namun di buat bervariasi.

    ReplyDelete
  13. asasayang said: Lina kagum dg 2 penulis ini. . .emang keren kok. . dan bu guru bener2 pas ngambil lawan. . .
    ha ha, ntar sore martabaknya dikirim,....

    ReplyDelete
  14. asasayang said: Lina kagum dg 2 penulis ini. . .emang keren kok. . dan bu guru bener2 pas ngambil lawan. . .
    sama dong lin, terima kasih pujiannya^___^

    ReplyDelete
  15. Lina kagum dg 2 penulis ini. . .emang keren kok. . dan bu guru bener2 pas ngambil lawan. . .

    ReplyDelete
  16. bakhsayanda2 said: Keren bu keren , kayanya untuk semua majalah bisa deh bu :)
    terima kasih pujiannya:)

    ReplyDelete
  17. Keren bu keren , kayanya untuk semua majalah bisa deh bu :)

    ReplyDelete
  18. sunnyndra said: hehehe..keren! keren!...suka dengan ulasannya Mett!
    terima kasih terima kasih sambil membungkuk berulang-ulang:)

    ReplyDelete
  19. hehehe..keren! keren!...suka dengan ulasannya Mett!

    ReplyDelete
  20. penjelajahsemesta said: Next:Bahas pertandingan bola ya.. :p
    waaaah, tidak menguasai masalah bola, jangan usul tinju apalagi F1 no no NO^___^

    ReplyDelete
  21. axhu said: Berbakat, Bu Guru!biasa Bu Guru yg bawa senjata 'ulekan' sekarang siap2 disambit hehewah saya belum jd pujangga Bu Guru hehe cuma menjejerkan kata yg bergumul dalam dalam hati.Bu Guru, saya rindu hehe ketularan, tp rasanya lama sekali NengMetty tak menulis ^^
    pertanyaan di akhir tulisan saya tidak memberikan alternatif jawaban lain ya.........heheheya, saya sudah siap dengan ulekan dan cobeknya sekalianSaya juga rindu menulis nih, terima kasih mengingat saya:)

    ReplyDelete
  22. raniuswah said: lugas, tegas, apa adanya...tapi awas ditimpuk ama Pning Ping...TOP bu.. boleh ngelamar ke GATRA...(recommended)
    hehehe aaaaaaah umi uswah .................jadi malu*menunduk tersipu-sipu*

    ReplyDelete
  23. m3z0e said: waduh.... btw berbakat banget neng, bagus tulisannya :))
    hehehe.........terima kasih waduhnya eh, pujiannya:)

    ReplyDelete
  24. menatapmatahari said: Ahahaha... Ah teh metty gmn c... Padahal dah mw order loh! :Piya yah...pembahasan tentang puisinya mas suga...lingga s7 banget...Betewe, perasaan yg di daur ulang itu gmn yah? Hihi
    satu lagi yang sepakatperasaan di daur ulang itu kali yang telah lama pudar tapi terus digali-gali dalam memori sehingga hadir kembali, begitu barangkali:)

    ReplyDelete
  25. elok46 said: gpp bagus koq penilaian kamu hehehe ak juga nangkep gt walau tak sedetail kamu hehehe
    sama berarti penilaian kita ya :)

    ReplyDelete
  26. Berbakat, Bu Guru!biasa Bu Guru yg bawa senjata 'ulekan' sekarang siap2 disambit hehewah saya belum jd pujangga Bu Guru hehe cuma menjejerkan kata yg bergumul dalam dalam hati.Bu Guru, saya rindu hehe ketularan, tp rasanya lama sekali NengMetty tak menulis ^^

    ReplyDelete
  27. lugas, tegas, apa adanya...tapi awas ditimpuk ama Pning Ping...TOP bu.. boleh ngelamar ke GATRA...(recommended)

    ReplyDelete
  28. waduh.... btw berbakat banget neng, bagus tulisannya :))

    ReplyDelete
  29. Ahahaha... Ah teh metty gmn c... Padahal dah mw order loh! :Piya yah...pembahasan tentang puisinya mas suga...lingga s7 banget...Betewe, perasaan yg di daur ulang itu gmn yah? Hihi

    ReplyDelete
  30. gpp bagus koq penilaian kamu hehehe ak juga nangkep gt walau tak sedetail kamu hehehe

    ReplyDelete
  31. adeirmasury said: Duhh...ima justru ga hobi muji Teh , meskipun juga ga hobi mencela.Jujur, tulus, ikhlas ( judul lagu Raja di borong deh ) :-)
    waduh, teteh ngga punya judul lagu balasan nihnanti teteh pikirin dulu ya^_________^

    ReplyDelete
  32. nengmetty said: kelebihan Ima adalah pintar memuji dan bikin geer :)
    Duhh...ima justru ga hobi muji Teh , meskipun juga ga hobi mencela.Jujur, tulus, ikhlas ( judul lagu Raja di borong deh ) :-)

    ReplyDelete
  33. adeirmasury said: Kelebihan Teh Metty adalah pendapatnya sangat obyektif. Bahasanya mudah dicerna dan to the point.Untuk menulis perbandingan pun kita harus memiliki wawasan yang luas dan obyektif. Teteh memiliki itu.Ima salut :)
    kelebihan Ima adalah pintar memuji dan bikin geer :)

    ReplyDelete
  34. adearin said: wah salut neng, bs objektif begitu.....ayo buat yg versi sy Vs siapa....dedy.....biar tahu kekurangan, ini untuk kebaikan insyaallah, kan....kl si yippp sm mas suga kyknya masing2 dah ahli dlm bidangnya....*minta dureeeeeeen......( dah masak belum?)
    saya pikirkan dulu ya mbaksurennya baru segede kepalan tangan bayi :)

    ReplyDelete
  35. binarlangitbiru said: neng metty udah sana ngelamar ke horison ^__^
    maunya dilamar .................... :)

    ReplyDelete
  36. puntowati said: Metty rupanya berbakat penjadi komentator puisi....
    hehehe, soalnya pembaca MP pada penuh sopan santun, kalau di surat kabar mungkin sudah menuai banyak kritikan:)

    ReplyDelete
  37. shafahk said: hebat euy teh metty...analisanya bagus sekali..
    terima kasih pujiannya:)

    ReplyDelete
  38. saturindu said: jangan topi miring...topialatjuba ajah....:))
    topi - alat - juba?juba itu apaan?^________________^

    ReplyDelete
  39. duniauchi said: udah! langsung mencalonkan diri jadi presiden horison aja sono! wkwkwkwk.yuhu...dua master of puisi qt. hohohoho
    ngomong-ngomong, pada pernah baca majalah horison belum ya?:)

    ReplyDelete
  40. sahabatlove said: Pecinta sastra n karya..hmm sipp d:-)
    siiiiiiiiip:)

    ReplyDelete
  41. arifsibijak said: justru kurangnya dui situuuu,kalo belajar jadi panelis harus jurdil,ntar malah cuma karena kedekatan, ulasnya yang cakep-cakep,...ha ha, topi miring ya hormat grak !!waaa, maap kali ni jadi ceriwissssss
    Yiiip, maunya juga jujur dan adil. Mengenai masalah sudut pandang, asal yip tahu, salam berpuisi teteh juga cenderung mirip mas suga, mengambil sudut pandang aku, bahkan kosakata yang dipakaipun seringkali mirip (medkipun kadar puitisnya kalah jauh), itu sebabnya teteh sering terprovokasi untuk mengomentari puisi mas suga dengan puisi juga, sedangkan untuk puisi-puisi yip teteh agak susah melakukannya.So, sama sekali tidak bermaksud mengatakan yang ini lebih baik dari yang itu, teteh benar-benar bercerita bahwa yang ini begini dan yang itu begitugitu lho.............mana teh panasnya?

    ReplyDelete
  42. saturindu said: Esai sastra, dlm hal ini puisi, akan lebih komplet jika menyertakan kekurangan masing-masing karya. Bagaimanapun kritik sastra juga berperan besar dalam membangun kemajuan sastra itu sendiri. Adanya feedback akan membantu penulis untuk mencermati hal-hal yang di luar jangkauannya. Terlepas dari itu semua, salut untuk ketelitian dan kecermatan Neng Metty dalam mengurai setiap detail yang ada. :)
    kemarin saya sudah reply ini kok hilang ya?Sebetulnya saya buta teori tentang puisi, makanya saya tidak berani mengupas kekurangan,hehehe saya belajar dulu ya

    ReplyDelete
  43. Kelebihan Teh Metty adalah pendapatnya sangat obyektif. Bahasanya mudah dicerna dan to the point.Untuk menulis perbandingan pun kita harus memiliki wawasan yang luas dan obyektif. Teteh memiliki itu.Ima salut :)

    ReplyDelete
  44. wah salut neng, bs objektif begitu.....ayo buat yg versi sy Vs siapa....dedy.....biar tahu kekurangan, ini untuk kebaikan insyaallah, kan....kl si yippp sm mas suga kyknya masing2 dah ahli dlm bidangnya....*minta dureeeeeeen......( dah masak belum?)

    ReplyDelete
  45. neng metty udah sana ngelamar ke horison ^__^

    ReplyDelete
  46. Metty rupanya berbakat penjadi komentator puisi....

    ReplyDelete
  47. hebat euy teh metty...analisanya bagus sekali..

    ReplyDelete
  48. arifsibijak said: topi miring buat pak suga !
    jangan topi miring...topialatjuba ajah....:))

    ReplyDelete
  49. udah! langsung mencalonkan diri jadi presiden horison aja sono! wkwkwkwk.yuhu...dua master of puisi qt. hohohoho

    ReplyDelete
  50. adearin said: jgn lama2 mikir, ntr mules lho....:)
    kalau mules tinggal ke belakang^___^

    ReplyDelete
  51. nengmetty said: saya pikirkan dulu ya mbak
    jgn lama2 mikir, ntr mules lho....:)

    ReplyDelete