Kulihat Heru mendengarkan sebentar, lalu meletakkan telepon itu dan keluar setelah sempat mengucapkan “tunggu di sini”. Aku bingung mau ngapain, dan bermaksud membersihkan bekas masakku tadi. Tapi rupanya Lili telah melakukannya dengan cepat, benar-benar sudah bersih kembali alat-alat yang kupakai tadi. Akhirnya aku berdiri bengong melihat segala kesibukan mereka. Kulayangkan pandanganku ke segala arah, nampak olehku dua buah kamera di pojok atas ruangan. Itu rupanya yang menyebabkan mereka begitu sibuk dan tidak saling mengobrol kecuali bertukar beberapa kalimat seperti; kuahnya sudah siap atau kecilkan apinya.
Heru masuk lagi, dan bilang kalau aku disuruh menghadap bagian personalia, ruangannya disebelah ruangan manager, lalu dia langsung meninggalkanku. Karena Heru berbicara seolah-olah aku sudah tahu ruangan manager, aku mengambil kesimpulan bahwa ruangan manager pastilah ruangan pertama kali aku diinterogasi, ruangan si pria tanpa senyum. Akupun segera mencari ruangan tersebut.
Pastilah ini ruangannya. Ruangan ini berisi dua orang. Seorang wanita dan seorang pria. Si wanita memandang saya sedemikian, sehingga saya tersadar kalau saya masih menggunakan celemek dan tutup kepala. Wanita itu tersenyum dan mempersilahkan saya duduk.
“Begini mbak...........siapa namanya?” katanya. Ah, akhirnya ada juga yang menanyakan namaku.
“Nama saya Rara bu,” sahut saya sesopan mungkin.
“Begini Rara, Restoran ini memang butuh seorang koki, karena Heru, koki utama kami sudah enam bulan yang lalu mangajukan pengunduran diri. Dia sedang membangun restorannya sendiri di Bali. Tetapi kami minta dia mencari pengganti, dan tidak meninggalkan restoran ini sebelum mendapatkan pengganti yang pas.”
Saya membuka mulut untuk mengatakan sesuatu. Tapi tidak ada suara yang keluar dari mulut saya. Sebetulnya saya ingin mengatakan bahwa saya tidak mungkin menjadi pengganti yang pas karena saya tidak becus memasak, tapi mengatakan hal itu sama dengan melepaskan kesempatan emas yang sudah nyaris ditangan. Jadi saya mengatupkan kembali mulut saya tanpa mengatakan apapun.
“Bagi saya, sangat tidak masuk akal alasan yang disampaikan Heru untuk memberimu kesempatan, Tapi itu bukan urusan saya. Heru memang punya wewenang mutlak untuk menentukan penggantinya karena kami tahu kualitas dan loyalitas dia. Dia tidak akan mengecewakan kami.”
Kembali saya membuka mulut, tapi seketika itu juga saya mengatupkannya kembali. Saya ingin menanyakan, alasan tidak masuk akal apa yang disampaikan Heru untuk menerima saya? Karena nasi goreng saya tidak karuan? Kalau itu yang disampaikan Heru pastilah wanita ini menentang habis-habisan. Tapi saya tidak tahu apakah sopan untuk menanyakannya saat ini.
“Untuk itu, kami berniat memberimu masa percobaan selama dua minggu. Dalam dua minggu itu, kamu akan mendapat bimbingan dari Heru, sekaligus juga penilaian. Diakhir waktu dua minggu itu, Heru akan menentukan apakah kamu akan diterima menjadi karyawan di sini, atau terpaksa kami mencari orang lain lagi. Dalam masa dua minggu itu, kamu belum terhitung sebagai karyawan kami, jadi jika pada waktunya kami memutuskan untuk memintamu pergi, kami tidak akan memberimu pesangon atau apapun yang semacam itu. Tetapi kamipun tidak ingin merugikan waktumu. Dalam dua minggu itu kamu akan mendapat transport dan uang makan,” wanita itu menyebutkan sebuah nominal yang nyaris membuatku meloncat-loncat. Bisakah masa percobaannya diperpanjang sampai sebulan? Atau selama-lamanya? Tapi aku tidak mengatakan apapun. Hanya diam menyimak apa yang ia katakan.
“Asal kamu tahu, sudah lima orang yang kami coba, dan kelimanya gagal di mata Heru”
Waduh! Aku harus hati-hati.
Kemudian aku mengisi beberapa lembar formulir dan menandatangani surat perjanjian, entah apa maksudnya, terserah, yang jelas untuk dua minggu ini aku dapat bernafas lega. Hidupku terselamatkan, setidaknya untuk sementara.
Begitulah keesokan harinya aku mulai bekerja di restoran ini. Belajar tepatnya. Karena aku tidak diberi tanggung jawab apapun. Tugasku adalah melihat semua yang dikerjakan Heru. Mengagumkan memang melihat bagaimana trampilnya dia mengiris daging, menyayat ayam dengan sayatan yang sempurna dan kecepatan luar biasa. Agak ngeri juga melihatnya, ngeri karena tahu aku diharapkan untuk seterampil itu, dan aku yakin seyakin-yakinnya bahwa aku tidak mungkin melakukannya. Tapi aku tidak mau mundur. Ditempat mana orang digaji sebesar itu cuma untuk menonton orang lain bekerja. Sungguh beruntung diriku, meskipun cuma untuk dua minggu. Maka aku nikmati saja peranku sebagai pemantau ini. Sejauh ini kata-kata yang dilontarkan Heru padaku berkisar antara ambilkan pisau potong, pisau kupas, pisau sayat, pisau cincang, bukan yang itu, sebelahnya, paling kanan. Dan aku tidak mengeluh. Rupanya pelajaran hari pertama adalah pengenalan berbagai macam pisau.
Hari kedua Heru mulai banyak bicara. Kalau untuk memasak anu, entah apa telinga saya tidak menangkapnya, memotong tomatnya begini, kalau untuk anu memotongnya begitu. Busyet, memotong tomat saja ada aturannya. Kalau untuk anu bumbunya ditumis sampai wangi, kalau untuk anu cukup sampai bawangnya layu. Dan saya cukup memasang wajah ‘saya mengerti’ meskipun tidak yakin saya akan hapal wejangannya. Dan saya mulai tahu kalau tulisan di layar yang diatas jendela itu adalah nama masakan yang harus dibuat Heru. Dan lucunya, menu tersebut biasanya dipesan beberapa hari sebelumnya. Bagi saya aneh rasanya bila orang merencanakan akan diisi apa perut mereka beberapa hari yang akan datang.
Pada hari ketiga Heru memberikan daftar nama masakan yang harus saya hafal, untungnya dia juga menuliskan cara membacanya. Nama-nama yang hebat, yang untuk mengucapkannya perlu mengatur posisi kemonyongan mulut. Yah, kalau ujian kelulusanku dua minggu mendatang adalah menyangkut hapal tidaknya daftar ini, tentu saja aku akan menghapal daftar ini sebaik-baiknya. Dan ternyata hari-hari berikutnya, Heru tidak mau lagi menatap layar lebar itu. Aku yang harus membacakan nama masakan yang harus dibaca tersebut. Kalau aku salah mengucapkannya, Heru akan membetulkan ucapanku. Kalau Heru tidak dapat menangkap nama masakan yang kuucapkannya karena aku separo mengira-ngira dia akan menyuruhku mengeja huruf demi huruf, lalu menyebutkan ucapan yang benarnya. Lalu dia mengomel satu kalimat, kamu membuang waktuku dua menit.
Kalau ada suatu masakan yang sudah beberapa kali dipesan orang, Heru akan menyuruhku menyiapkan bahan-bahannya, tanpa memberitahu apa yang harus disiapkan. Untungnya aku lebih sering ingatnya dari pada lupanya, dan untungnya pula, kalaupun aku lupa aku cuma mendapat omelan satu kalimat khas Heru, kamu membuang waktuku dua menit.
Pada akhir minggu pertama, aku tidak dapat menahan diri lagi, pada saat kami sama-sama menaruh celemek dan topi masak di tempat cucian, aku bertanya padanya, dengan alasan apa aku direkomendasikan untuk mendapat masa percobaan disini.
“Karena kamu ngga bisa masak,” jawabnya singkat dan berlalu meninggalkanku.
Hah?!
(BERSAMBUNG)
penjelajahsemesta said: Ow, alurnya seperti itu..Kirain akan lebih konspiratif.. :D
ReplyDeletecerita ini memang agak melenceng dari rencana awal, makanya rada-rada ngga nyambung sama judulhehehe
duniauchi said: hehehe......
ReplyDelete:) :) :)
Ow, alurnya seperti itu..Kirain akan lebih konspiratif.. :D
ReplyDeletehehehe......
ReplyDeleteduniauchi said: tuh kan........^^
ReplyDeletenah kaaannnn.............^___^
nengmetty said: jangan-jangan dia lagi inspirasinya^___^
ReplyDeletetuh kan........^^
penjelajahsemesta said: Keren..
ReplyDeletesaya? eeeee gimana ya.........sepakat deh^_____^
duniauchi said: wkwk. jd inget ayip!
ReplyDeletejangan-jangan dia lagi inspirasinya^___^
debapirez said: haha.... kadang,gelas yang kosong lbh mudah diisi drpd gelas yang telah terisi penuh.
ReplyDeletenah ada satu pendukung Heru^___^
Keren..
ReplyDeletewkwk. jd inget ayip!
ReplyDeletehaha.... kadang,gelas yang kosong lbh mudah diisi drpd gelas yang telah terisi penuh.
ReplyDeletekakireina said: nda mau aah, takut doyan... xixixixixixi
ReplyDeletewah, malah bagus toh?^___^
adeirmasury said: Wah..tambah menarik nih. Sebetulnya kalo boleh jujur bukan isi cerita nya yeng menarik, tapi cara penyampaiannya. Ima merasa seperti ikut bersama Rara didapur itu, juga ditempat2 dimana Rara berada diawal cerita.Ternyata yang ke 3 belum ada ya Teh, ima ngeliat sepintas lalu tadi.Ditungguin ya Teh :)
ReplyDeletehehehe, masih belum konsisten nih materima kasih sudah membaca ya^___^
nengmetty said: ayo belajar sama Heru mbak Rika^___^
ReplyDeletenda mau aah, takut doyan... xixixixixixi
Wah..tambah menarik nih. Sebetulnya kalo boleh jujur bukan isi cerita nya yeng menarik, tapi cara penyampaiannya. Ima merasa seperti ikut bersama Rara didapur itu, juga ditempat2 dimana Rara berada diawal cerita.Ternyata yang ke 3 belum ada ya Teh, ima ngeliat sepintas lalu tadi.Ditungguin ya Teh :)
ReplyDeletesaturindu said: Tapi penulis, jauh lebih hebat dari Heru. Terbukti ia mampu membuat saya membuang waktu lebih dari dua jam untuk menganalisa ceritanya...
ReplyDeletesungguh sebuah kehormatan^___^
saturindu said: Membaca penggalan paragraf di atas, bagi pembaca yang kritis akan timbul pertanyaan : Mengapa Heru yang sedang membangun restoran sendiri, masih bekerja di restoran milik orang lain? Kalimat restoran sendiri mengandung pemaknaan bahwa pemiliknya (dalam hal ini Heru) mempunyai kemampuan finansial. Sebagai tambahan, bila seseorang membangun sesuatu, kecenderungannya ia akan terlibat dalam proses di dalamnya (bisa perancangan, pelaksanaan dan pengawasan). Di sini agak terasa janggal, bagaimana Heru bisa 'berlepas tangan'.Sosok Heru (di mata penulis) adalah orang yang kurang tegas dalam bersikap, sehingga hal ini dimanfaatkan dengan baik oleh atasannya. Kalimat berikut mempertegasnya.Tetapi kami minta dia mencari pengganti, dan tidak meninggalkan restoran ini sebelum mendapatkan pengganti yang pas.”
ReplyDeleteDalam hal ini, secara tidak langsung saya sebenarnya sudah menggambarkan bahwa restoran ini 'high class'. Bagaimana untuk makan disitu orang memesan dari beberapa hari sebelumnya. Bagaimana seorang yang hanya menjalani masa percobaan saja diberikan penghasilan yang lumayan besar. Bagaimana restoran ini tidak memasak dalam jumlah banyak, tetapi memasak satu persatu pesanan yang datang. Bahkan seorang yang diuji keterampilan masaknya saja mendapat asisten untuk menyiapkan segalanya. Bagaimana restoran ini mempunyai dua buah kantor dan urutan kepegawaian layaknya sebuah perusahaan. Bagaimana komunikasi antara dapur dan frontline dilakukan via layar besar. Bagaimana pada saat bekerja mereka mendapatkan pengawasan via dua buah kamera. Bagaimana celemek dan topi masak itu pencuciannya menjadi tanggung jawab pihak restoran. Sebetulnya di edisi berikutnya saya bermaksud untuk menggambarkan bahwa harga sekali makan untuk dua orang di restoran tersebut, nilainya diatas UMR DKI Jakarta.Yang artinya, gaji koki utamanya amatlah besar, sehingga memungkinkan dia untuk mampu membangun usahanya sendiri.Sebetulnya, saya juga merencanakan untuk menggambarkan lewat percakapan Rara dan Heru, bahwa restoran itu dirancang secara khusus olehnya, tetapi pembangunannya diserahkan kepada pemborong yang sama dengan yang membangun restoran tempat mereka bekerja. Dan Heru tidak berkeberatan masih bekerja disitu, pertama karena secara tidak langsung usaha yang dibangunnya didapat dari hasinya bekerja di tempat itu. Kedua, pembangunan restorannya sendiri memang belum kelar, karena baru dibangun enam bulan yang lalu. Ketiga, restoran tempatnya bekerja menjadi besar karena kepiawaian tangannya dalam memasak, dan dia tida ingin citra restoran yang sudah begitu bagus hancur karena koki yang tidak handal.Sebagai bocoran, kelak akan diceritakan bagaimana Heru memecat para calon koki yang terdahulu, justru karena mereka sudah mempunyai dasar-dasar memasak. Heru tidak suka, karena dengan dasar pengetehuan yang dimiliki mereka, mereka mempunyai pertimbangan sendiri untuk menambahkan ini dan mengurangi itu pada sebuah masakan. Heru ingin, penerusnya kelak membuat masakan yang sama persis dengan apa yang sudah biasa dia buat, itu sebabnya dia lebih suka menerima Rara
saturindu said: Gambaran cerita yang ingin diciptakan, juga kurang mendeskripsikan suasana. Kulayangkan pandanganku ke segala arah, nampak olehku dua buah kamera di pojok atas ruangan. Dari kalimat tersebut, penulis ingin mengajak pembaca menjelajah ruangan. Tapi apa yang didapatkan? Tak ada, kecuali dua kamera yang ada di pojok atas ruangan. Itupun juga tak ada informasi di sebelah mana letak dua kamera itu. dua-duanya di kiri, dua-duanya di kanan, atau di kiri dan kanan?
ReplyDeletehahaha, sudah saya duga bagian ini akan menimbulkan komentar. Sebetulnya ketika menuliskannya juga saya sudah merasa harus lebih detil. Tapi saya terburu-buru ingin menyelesaikan ceritanya. Seharusnya saya kembali untuk memperbaikinya tapi saya memilih untuk langsung mempublishnya.Saya catat masukkannya
saturindu said: Sebagai misal, Kulayangkan pandanganku semestinya bisa dipersingkat Kulayangkan pandangan (tak perlu imbuhan ku lagi). Nampak olehku dua buah kamera di pojok...yang semestinya cukup ditulis nampak dua buah kamera di pojok...
ReplyDeleteKalimat yang saya gunakan belum efisien yaterima kasih masukkannya, untuk yang ini Insya Allah kalau koneksi kinclong saya akan edit^___^
elok46 said: walah lagi seru koq bersambung lagi ayoooooo cepetan :)
ReplyDeletesabaaaaarrrrrr^___^
Selain rancunya pemakaian kata 'aku' dan 'saya', beberapa pemborosan kata masih tampak di edisi 2 ini. Sebagai misal, Kulayangkan pandanganku semestinya bisa dipersingkat Kulayangkan pandangan (tak perlu imbuhan ku lagi). Nampak olehku dua buah kamera di pojok...yang semestinya cukup ditulis nampak dua buah kamera di pojok...Gambaran cerita yang ingin diciptakan, juga kurang mendeskripsikan suasana. Kulayangkan pandanganku ke segala arah, nampak olehku dua buah kamera di pojok atas ruangan. Dari kalimat tersebut, penulis ingin mengajak pembaca menjelajah ruangan. Tapi apa yang didapatkan? Tak ada, kecuali dua kamera yang ada di pojok atas ruangan. Itupun juga tak ada informasi di sebelah mana letak dua kamera itu. dua-duanya di kiri, dua-duanya di kanan, atau di kiri dan kanan?Melihat tema yang diusung seputar dunia masak-memasak dengan setting seputar rumah makan, detail menjadi hal yang sangat penting, karena disitulah pergulatan cerita berlangsung. Salah satu kekuatan cerita adalah cara pendiskripsiannya. Bila dalam hal tersebut kita (sebagai penulis) terlalu biasa, cerita kita akan mudah terlupakan pembaca. “Begini Rara, Restoran ini memang butuh seorang koki, karena Heru, koki utama kami sudah enam bulan yang lalu mengajukan pengunduran diri. Dia sedang membangun restorannya sendiri di Bali. Tetapi kami minta dia mencari pengganti, dan tidak meninggalkan restoran ini sebelum mendapatkan pengganti yang pas.”Alur adalah penaut antar bagian (episode) yang membentuk cerita secara keseluruhan, dari awal hingga akhir. Bagian satu ke bagian berikutnya, haruslah bisa digulirkan secara logis.Membaca penggalan paragraf di atas, bagi pembaca yang kritis akan timbul pertanyaan : Mengapa Heru yang sedang membangun restoran sendiri, masih bekerja di restoran milik orang lain? Kalimat restoran sendiri mengandung pemaknaan bahwa pemiliknya (dalam hal ini Heru) mempunyai kemampuan finansial. Sebagai tambahan, bila seseorang membangun sesuatu, kecenderungannya ia akan terlibat dalam proses di dalamnya (bisa perancangan, pelaksanaan dan pengawasan). Di sini agak terasa janggal, bagaimana Heru bisa 'berlepas tangan'.Sosok Heru (di mata penulis) adalah orang yang kurang tegas dalam bersikap, sehingga hal ini dimanfaatkan dengan baik oleh atasannya. Kalimat berikut mempertegasnya.Tetapi kami minta dia mencari pengganti, dan tidak meninggalkan restoran ini sebelum mendapatkan pengganti yang pas.”Namun, jika karakter tersebut yang ingin dimunculkan, akan sangat kontras dengan uraian di paragraf-paragraf berikutnya, yang menyebutkan secara tak langsung bahwa Heru sangat tegas dalam masalah waktu. Kamu membuang waktuku dua menitTapi penulis, jauh lebih hebat dari Heru. Terbukti ia mampu membuat saya membuang waktu lebih dari dua jam untuk menganalisa ceritanya...
ReplyDeletewalah lagi seru koq bersambung lagi ayoooooo cepetan :)
ReplyDeletemeandmydream said: Ak bisa masak dong, masak aer. Kekekekek
ReplyDeletewah, memang prestasi yang layak dibanggakanposting dong resepnya^___^
Ak bisa masak dong, masak aer. Kekekekek
ReplyDeletekakireina said: sama dooong... aq jg nda bisa masak, xixixixixixi
ReplyDeleteayo belajar sama Heru mbak Rika^___^
sama dooong... aq jg nda bisa masak, xixixixixixi
ReplyDeleteaxhu said: ^__^ siap! ditunggu kelanjutannya ya Bu Guru. horee! dBM jg akan diurus lg kah? ngarep :D
ReplyDeletedbm sebelas nyaris jadi, tapi lagi butuh teka-teki nihrepot koleksi teka-tekinya sedikit^___^
^__^ siap! ditunggu kelanjutannya ya Bu Guru. horee! dBM jg akan diurus lg kah? ngarep :D
ReplyDeleteaxhu said: 'kamu membuang waktuku 2 menit' keren! sampai saya hayati bacanya.kenapa dari aku menjadi saya, Bu Guru?
ReplyDeleteeh, hehehe gara-gara menghadap bagian personalia tuhnanti kalau koneksi kinclong saya edit deh^___^
nabelahafshah said: Dtunggu cerita selanjutnya.lg seru nih..
ReplyDeleteterima kasih mau membacanya^___^
'kamu membuang waktuku 2 menit' keren! sampai saya hayati bacanya.kenapa dari aku menjadi saya, Bu Guru?
ReplyDeleteDtunggu cerita selanjutnya.lg seru nih..
ReplyDeletebagoooeeeesss......
ReplyDeletedebapirez said: neng metty,anda salah.sebenarnya, saya adalah pendukung PERSIB Bandung..*xixixi...
ReplyDeletewah, anda berada di tempat yang benarsaya juga pendukung PERSIB. toss ah^___^
neng metty,anda salah.sebenarnya, saya adalah pendukung PERSIB Bandung..*xixixi...
ReplyDeletefivefebruary said: huaaa gag bs masak??semakin penasaran saya
ReplyDeletesama..nyuk lompat lg.. hehetp kira2 biar restoran heru ga ada saingan :D
huaaa gag bs masak??semakin penasaran saya
ReplyDeleteMakin penasaran deh, Bu...
ReplyDelete