Pages

Sunday, November 22, 2009

[Cerpen] Lobi 3 - Tamat

Klik kisah sebelumnya

Aku sungguh tak mengerti. Tapi aku juga segan untuk mengejarnya untuk mempertanyakan mengapa begitu. Apa aku harus tak bisa apa-apa agar bisa diterima dimana-mana? Mengapa tidak mengambil Lili atau karyawan lain yang aku juga tahu sangat trampil menyayat ayam dan tahu pasti kalau blanquette de veau itu harus dibaca blangke du vu? Ah, masa bodoh, mengapa pusing memikirkan alasan sebuah keberuntungan? Tuhan memberiku keberuntungan dan aku tidak perlu alasan.

Mendekati akhir minggu kedua aku menjadi ketar-ketir. Aku tahu sejak semula bahwa aku tidak akan bisa melakukan semuanya. Tapi untuk kehilangan pekerjaan ini pun rasanya aku tidak siap. Jeleknya, kekhawatiranku berimbas pada konsentrasi kerjaku. Benar-benar dodol, saat Heru memintaku membuat hiasan dari tomat, aku malah merajang tomat itu. Heru tidak marah, dia cuma memintaku menggunakan tomat yang lain. Tapi dia tahu aku tak konsentrasi.

Keterampilankupun tidak bertambah, bahkan sampai tinggal dua hari lagi masa percobaanku, aku belum sekalipun memasak. Semuanya Heru yang melakukan. Sepertinya sebuah isyarat kalau aku harus siap-siap angkat kaki. Ah, kembali harus mendatangi pabrik-pabrik untuk mencari lowongan. Atau..................... apa mungkin aku melamar sebagai juru masak di restoran lain? Setidaknya kalau ditanya masakan apa yang aku bisa, aku bisa menjawab dengan gagah, ciken kordong bla, dan saya bahkan bisa mengeja tulisannya c-h-i-c-k-e-n c-o-r-d-o-n b-l-e-u.

Mendapat pikiran seperti itu semangatku naik pesat. Aku sangat bergairah dan benar-benar merekam dalam ingatan semua yang dilakukan Heru. Bahkan di rumah aku berlatih memasak berbagai masakan aneh itu. Tentu saja aku harus mengganti daging dengan tempe. Bagaimanapun, aku harus berhemat bukan? Tapi rasanya sungguh tidak kalah enak, eh, sepertinya sih begitu, karena masakan-masakan Heru itu aku tidak pernah mencicipinya. Lihat saja, restoran tempatku jadi juru masak kelak, akan menyaingi restoran ini.

Dan akupun mulai menjadi cerewet. Mengapa harus pakai ini? Itu gunanya buat apa? Mengapa ini harus dimasukan lebih dulu? Mengapa ini, mengapa itu. Sejauh ini Heru selalu menjawab pertanyaanku. Tapi dia nampaknya tidak suka. Mungkin dia pikir aku sedang mencari muka. Terserah, mau dia sebel, mau dia punya anggapan apa, aku harus menyerap sebanyak mungkin apa yang bisa aku pelajari. Toh salah dia juga, kenapa calon penggantinya tidak diajarinya memasak? Maka biarkan aku mencuri ilmunya untuk modalku mencari kerja di tempat lain.

Dan inilah saat keputusan itu. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Di depan sepertinya masih banyak tamu yang makan, atau entah sedang ngapain. Heran juga aku akan tamu-tamu itu. Makan saja bisa menghabiskan waktu sampai tiga jam lebih. Sepertinya lebih banyak ngobrolnya daripada makannya. Heru pernah bilang, kalau mereka datang ke sini tidak hanya untuk makan, tapi untuk membicarakan keperluan bisnis. Untuk bertemu relasi. Dan untuk itu mereka bersedia membayar makanan yang perporsinya setara dengan gajiku sewaktu kerja di pabrik. Bagaimana ya rasanya menelan makanan yang harganya cukup untuk membayar kontrakanku selama empat buan?

Tapi untungnya restoran membuat kebijakan, tidak menerima pesanan makanan lewat dari jam 9 malam kecuali makanan penutup, makanan ringan ataupun minuman. Dan itu bukan tanggung awab Heru. Jadi biasanya jam sepuluh malam memang tugas dapur kami selesai. Beberapa kegiatan masih dilakukan didapur, terutama bersih-bersih, tapi itu bukan tugas Heru, yang berarti juga bukan tugas aku.

Heru bilang padaku kalau aku jangan pulang dengan mobil pengantar bersama karyawan yang lain. Aku akan pulang dengan mobil yang biasa dipakai mengantar jemput Heru. Yah, dapat fasilitas lebih saat vonis tiba, pikirku setengah geli, setengah sedih.

Heru mengajakku ke ruang tempat makan para karyawan. Cukup aneh juga sebetulnya, sebuah rumah makan yang besar dengan persediaan makanan berlemari-lemari, untuk makan karyawannya menggunakan catering dari tempat lain. Dan karyawan mempunyai tempat sendiri untuk makan, bahkan karyawan dapur sama sekali tidak boleh masuk ke area yang diperuntukkan bagi tamu. Juga karyawan yang bekerja dibagian depan, sama sekali tidak boleh masuk ke dapur.

Heru membuat teh untuk dirinya sendiri dan menyuruhku membuat minumanku sendiri. Aku menolak, sepertinya tenggorokanku tidak akan mengijinkan apapun masuk melewatinya pada saat seperti ini. Kami duduk berhadap-hadapan. Melihat wajah Heru yang nampak rileks aku agak geram juga. Kenapa tidak memperlihatkan sedikit rasa sedih? Huh.

“Kamu tahu,” katanya, “aku sudah pernah mengatakan padamu, bahwa aku menerimamu karena kamu tidak bisa memasak. Dulu, di awal-awal aku mengundurkan diri, restoran ini mencari juru masak yang punya ijazah memasak, lulusan sekolah kuliner. Tapi ternyata susah untuk mencari orang yang benar-benar paham soal rasa. Aku tidak menyalahkan improvisasi dalam memasak, tetapi harus tetap memegang teguh pakem-pakemnya. Beberapa orang yang aku uji, sangat terampil memasak, tetapi karena sudah pintar, mereka cenderung melanggar pakem-pakemnya. Kamu lihat, aku selalu konsisten, kapan menambahkan garam yang tepat pada sebuah masakkan.” Oh, itu pakemnya pikirku, yang dari tadi tidak mengerti apa yang dia bicarakan.

“Karena tidak ada satupun yang sesuai dengan keinginanku, aku menjanjikan pada pemilik restoran ini untuk mendidik sendiri calon koki di restoran ini. Kebetulan restoranku sendiri sepertinya tidak akan selesai pembangunannya dalam waktu dekat, itu sebabnya aku bersedia melakukannya.” Aku manggut-manggut, tidak tahu harus bicara apa.

“Jadi mulai besok, kamu yang akan memasak dan aku yang akan mengawasimu. Aku baru akan benar-benar meninggalkan restoran ini setelah yakin kamu melakukannya dengan benar.”

Apa?

“Ayo, mobil jemputanku sudah menunggu.”

(TAMAT)

______________

Sebuah catatan:

Ide awal membuat cerpen ini sebetulnya ingin berkisah tentang sebuah restoran high class, tempat dimana lobi-lobi bisnis bernilai ratusan milyar dilakukan. Lalu suatu hari, seorang yang tidak becus memasak diterima bekerja bekerja sebagai koki, padahal posisi itu diincar banyak karyawan dapur yang sudah lama bekerja. Karyawan lain menganggap karyawan baru itu diterima karena melakukan ‘lobi’ terhadap manager. Lalu terjadi persaingan, dan berbagai lobipun dilakukan.

Tetapi begitu ditulis, saya teringat sebuah serial korea yang menampilkan sebuah seni memasak yang luar biasa. Saya lupa judulnya, yang jelas peran utamanya seorang dayang bernama janggem. Lalu akhirnya suasana dapurnya sendiri mendapat porsi yang amat besar, sampai saya mendapat protes dari Lina, “Teteh, ini cerpen atau cerbung?”

Hehehe, karena kalau saya lanjut dengan ide awal saya maka bukan lagi cerpen namanya melainkan novelet, maka saya cukupkan sampai di sini. Maafkan untuk judul yang tidak nyambung akibat pergeseran ide. ^___^

44 comments:

  1. keren Mett! endingnya ngga bisa aku tebak diawal, bikin penasaran dan menerka-nerka eh malah nyasar hehehe.,

    ReplyDelete
  2. nengmetty said: saya teringat sebuah serial korea yang menampilkan sebuah seni memasak yang luar biasa. Saya lupa judulnya, yang jelas peran utamanya seorang dayang bernama janggem.
    Ima juga nonton serial itu Teh, seorang dayang istana ahli memasak dan obat2an yang akhirnya menjadi dokter :)Lobi...cerpen Teh Metty yang menarik ( buat ima khusus nya ), karena gaya bahasanya yang enak, ngalir dan kocak.Isi cerita sederhana tapi dibingkai dengan pengetahuan penulis tentang materi pendukung cerita . Bahasa kerennya, Teteh survey dulu sebelum menulis sebuah cerita ( meskipun hanya lewat film dan buku ) Ini kebiasaan orang barat ketika mengarang fiksi. Dan...terus terang ima gak bisa...bukan apa2...ima memang agak kesulitan mengingat sesuatu dengan detil kalo itu bukan pengalaman ima sendiri :)Sekarang, ima salah satu fans Teh Metty...catet ya boss :)

    ReplyDelete
  3. waah menggantung akhirnya..kirain masih bersambung lagi gimana tuh si Heru mengawasi memasak..

    ReplyDelete
  4. elok46 said: bagusjadi teringat film korea my lovely sam son hehehe lucu :)but anyway ini tastenya berbeda dengan film korea so hmmmmm lanjut manggggg
    waduh, aku jarang lihat film (terakhir nonton laskar pelangi bareng murid-muridku)jadi ngga begitu kenal judul-judul film^___^

    ReplyDelete
  5. bagusjadi teringat film korea my lovely sam son hehehe lucu :)but anyway ini tastenya berbeda dengan film korea so hmmmmm lanjut manggggg

    ReplyDelete
  6. kakireina said: banyakk... klo aq keluarin skaligus tar mb Neng shock, xixixixixixi
    wah, kapan-kapan ajarin yaaku cuma bisa mecucu marah, dan suwer, ga enak dilakukan sambil ngacahehehe

    ReplyDelete
  7. kakireina said: uhmmm... lemme see...fillet ayam digulung, dlm nyah diisi keju, luarnyah dikasiy tepung nugget biar crispy... nyaaaaaaamm...
    hummmmmm, sounds delicious*merem sambil mbayangin*

    ReplyDelete
  8. nengmetty said: memang punya berapa kolekasi mecucu?^___^
    banyakk... klo aq keluarin skaligus tar mb Neng shock, xixixixixixi

    ReplyDelete
  9. nengmetty said: aku malah ngga tahu seperti apa itu yang namanya ciken kordong bla hehehe*nyodorin cangkir buat nadahin ences*
    uhmmm... lemme see...fillet ayam digulung, dlm nyah diisi keju, luarnyah dikasiy tepung nugget biar crispy... nyaaaaaaamm...

    ReplyDelete
  10. kakireina said: hallah ... td aq kurang tuw nulisnyah, biasa nyah aq blg kek gini : *mecucu cantikk*xixixixixixi... ;-D
    memang punya berapa kolekasi mecucu?^___^

    ReplyDelete
  11. yasirbuhani said: Nice...:)
    yakin?^___^

    ReplyDelete
  12. kayanganjinga said: walah koq tamat..cerpen nya bagus..
    Iya, sudah pengen beralih ke ide lainterima kasih pujiannya^___^

    ReplyDelete
  13. nengmetty said: sudah cape ngetiknya mbak Rika..........hehehemecucunya bikin mbak rika tambah lucu^___^
    hallah ... td aq kurang tuw nulisnyah, biasa nyah aq blg kek gini : *mecucu cantikk*xixixixixixi... ;-D

    ReplyDelete
  14. kakireina said: aq suka chicken cordon bleu... huhuhuhu *ngences gila2an*
    aku malah ngga tahu seperti apa itu yang namanya ciken kordong bla hehehe*nyodorin cangkir buat nadahin ences*

    ReplyDelete
  15. kakireina said: jaah, kok tamat siy ? baru mau asik, huhuhuhu *mecucu*
    sudah cape ngetiknya mbak Rika..........hehehemecucunya bikin mbak rika tambah lucu^___^

    ReplyDelete
  16. aq suka chicken cordon bleu... huhuhuhu *ngences gila2an*

    ReplyDelete
  17. jaah, kok tamat siy ? baru mau asik, huhuhuhu *mecucu*

    ReplyDelete
  18. sunnyndra said: keren Mett! endingnya ngga bisa aku tebak diawal, bikin penasaran dan menerka-nerka eh malah nyasar hehehe.,
    heheh sama aku juga :D

    ReplyDelete
  19. top bu..bakat jadi chef juga niih!!inget film yang cerita soal chef gak bisa masak dibantu ama tikus Ratatouile ya judulnya? lupa lupa inget.mirip bu..

    ReplyDelete
  20. Janggem itu judulnya "jewel in the palace" *di ending ini kok kurang terasa gregetnya ya??? *

    ReplyDelete
  21. KEREN! ★★★★ baca ulang dari awal lg boleh kan Bu Guru? maksa!

    ReplyDelete
  22. sekali lagi, empat jempol buat ibu :)

    ReplyDelete
  23. nengmetty said: Iya betul, kisahnya yang ituIma teteh angkat jadi ketua fansclubnya ya...........hehehe...........
    Ketua fansclub Mas Suga, sekertaris Mbak Dwi, Ima bendahara aja yang pegang pegang duit. Satpam nya Deddy...hahaha...Ima tunggu cerpen berikutnya ya Teh :)

    ReplyDelete
  24. sittisadja said: Wah kreatif Bu Metty! Aku suka sekali cerpennya... ^_^
    terima kasih telah membaca Una

    ReplyDelete
  25. liya715 said: heheh sama aku juga :D
    sama, aku juga begitu hehehe

    ReplyDelete
  26. raniuswah said: top bu..bakat jadi chef juga niih!!inget film yang cerita soal chef gak bisa masak dibantu ama tikus Ratatouile ya judulnya? lupa lupa inget.mirip bu..
    Saya ngga nonton film itu miSoal bakat jadi chef, saya ahlinya mendeskripsikan cara memasak heheh.......kalau untuk masaknya, yah seperti rara lah, mau telur rebus, dadar, ceplok atau urak-arik?

    ReplyDelete
  27. asasayang said: Janggem itu judulnya "jewel in the palace" *di ending ini kok kurang terasa gregetnya ya??? *
    Iya betul lin, teteh juga ngerasa kurang greget. Pengen cepet-cepet tuntas, akhirnya terlalu fokus pada jalan cerita. Kurang ada kecipaknya

    ReplyDelete
  28. axhu said: KEREN! ★★★★ baca ulang dari awal lg boleh kan Bu Guru? maksa!
    silahkan mbak, bebas mengubek-ubek rumah ini kapan saja

    ReplyDelete
  29. bakhsayanda2 said: sekali lagi, empat jempol buat ibu :)
    Lha, jempolmukan sudah dipake empat empatnya buat yang terdahulu

    ReplyDelete
  30. fivefebruary said: tamat dah :D
    iya dah :D

    ReplyDelete
  31. sunnyndra said: keren Mett! endingnya ngga bisa aku tebak diawal, bikin penasaran dan menerka-nerka eh malah nyasar hehehe.,
    wahhhh, bawa gpsnya biar ngga nyasar

    ReplyDelete
  32. adeirmasury said: Ima juga nonton serial itu Teh, seorang dayang istana ahli memasak dan obat2an yang akhirnya menjadi dokter :)Lobi...cerpen Teh Metty yang menarik ( buat ima khusus nya ), karena gaya bahasanya yang enak, ngalir dan kocak.Isi cerita sederhana tapi dibingkai dengan pengetahuan penulis tentang materi pendukung cerita . Bahasa kerennya, Teteh survey dulu sebelum menulis sebuah cerita ( meskipun hanya lewat film dan buku ) Ini kebiasaan orang barat ketika mengarang fiksi. Dan...terus terang ima gak bisa...bukan apa2...ima memang agak kesulitan mengingat sesuatu dengan detil kalo itu bukan pengalaman ima sendiri :)Sekarang, ima salah satu fans Teh Metty...catet ya boss :)
    Iya betul, kisahnya yang ituIma teteh angkat jadi ketua fansclubnya ya...........hehehe...........

    ReplyDelete
  33. nitafebri said: waah menggantung akhirnya..kirain masih bersambung lagi gimana tuh si Heru mengawasi memasak..
    biarkan terjadi dalam imaji masing-masing pembaca

    ReplyDelete
  34. penjelajahsemesta said: *tepok tangan*
    yang kenceng dong man

    ReplyDelete
  35. pingkanrizkiarto said: jadi lapeer.....
    ayo sarapan dulu

    ReplyDelete
  36. Wah kreatif Bu Metty! Aku suka sekali cerpennya... ^_^

    ReplyDelete
  37. Woalah, begitu to sebabnya? Pantesan, tdinya aku binun, dari lobi kuk jadi dapur. Kekekekek

    ReplyDelete
  38. Iya sama-sama, Bu...Sering-sering bikin cerpen Bu, aku suka sekali baca cerpen apalagi yang agak 'aneh' dan surealis. ;)

    ReplyDelete
  39. selesai juga bacanya...*nungguin cerita lainnya ^_^

    ReplyDelete