Pernahkah anda merenungkan beban yang harus ditanggung anak-anak SD sekarang? Dari sisi sisi konten kurikulum, percayakah anda, apa yang dulu dipelajari di SMP bahkan di SMA, sekarang sebagiannya dijejalkan di SD. Sepertinya orang-orang yang menyusun konten kurikulum tersebut berasumsi bahwa semakin banyak muatan kurikulum semakin bermutulah pembelajaran yang terjadi. Benarkah?
Dari sisi tekanan orang tua. Orang tua merasa jaman sekarang bahwa persaingan makin I ketat. Berebutlah mereka memasukkan anaknya ke bimbel. Bahkan orang tua meminta guru untuk memberikan PR pada anaknya dengan alasan kalau tidak ada PR anaknya tidak mau belajar dirumah. Saat saya menolak memberikan PR dan meminta orang tua agar menyuruh anaknya bermain di rumah, mereka tidak sepakat dengan alasan nanti ketinggalan palajaran. Pelajaran! Apa sih yang dimaksud orang tua dengan pelajaran? Seberapa pentingnya bagi anaknya di masa kininya dan dimasa yang akan datang?
Sekolah. Saya adalah seorang yang berkecimpung di dunia sekolah. Dan saya tahu, seringkali sekolah menjadi sumber stress yang utama buat siswa. Sekolah punya target prestise menjadi sekolah favorit dilingkungannya, maka di motivasi lah (demi menghindarai kata ditekan) guru-guru agar menghasilkan output yang “berprestasi dimata masyarakat”. Saya beri double kutip karena apa yang dimaksud prestasi dimata masyarakat adalah nilai UAS BN yang tinggi sehingga bisa masuk ke SMP favorit. Dan siapa yang mendapat tekanan paling besar dari usaha tersebut?
Sistem. Bicara soal sistem, saya teringat pelaksanaan UAS BN kemarin. Di sekolah tempat saya mengajar didatangi beberapa mahasiswa UNJ yang menyatakan diri mereka sebagai pemantau independent. Sayang di sekolah tempat saya mengawas tidak didatangi oleh para pengawas independent ini sehingga saya tidak dapat menanyakan pertanyaan yang berkecamuk di kepala saya. Apa sebenarnya tujuan dari pemantau independent ini? Mengapa harus ada pemantau independent? Apakah ada kekhawatiran terjadi kecurangan saat pelaksanaan UAS BN? Harus sebegitunyakah? Sungguh sebuah ironi, lembaga yang seharusnya mengajarkan nilai-nilai kejujuran harus ‘dipantau’ agar tidak melakukan kecurangan.
Tapi kenyataan yang terjadi sesungguhnya lebih ironi lagi, karena usaha untuk berbuat curang itu benar-benar terjadi. Keinginan untuk mengantarkan siswa agar lulus dengan nilai baik, mengalahkan keharusan guru untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran terhadap siswanya. Ketika guru, sang digugu dan ditiru, menghalalkan cara curang untuk mencapai tujuannya, apa yang akan dilakukan para siswa, si penggugu dan peniru?
Sponsored by organic baby care
sangat setuju Bu..sangat..menurut saya, hanya satu yang salah. Si pembuat sistem dan penentu kebijakan. Mereka memilih orang orang yang tak mengerti sama sekali konsep pendidikan. para guru hanya pemantau, tak boleh protes dan boleh bicara. apakah mereka berpikir tamatan sekolah guru itu lebih bodoh dari mereka yang tamatan non kependidikan? ironis ya bu. Saya bermimpi di republik mimpi, mentri pendidikannya dari kalangan guru..agar benar benar paham apa yang terjadi dan apa yang harus dibenahi. bukan hanya sekedar sekolah gratis. bukan hanya slogan wajib beljar 9 tahun...saya masih mimpi, kita masih mimpi ya bu Metty..
ReplyDeletenarigunung said: ini yang sy kurang setuju sekarang....sekolah kesannya udah nggak mau repot... Kasihan anak yang nggak mampu ikut TK atau play group
ReplyDeletebetul, sekolah yang mau enaknya saja. (ssst termasuk sekolah saya.............)
riyyani said: sy sangat prihatin dgn kerasnya dunia pendidikan buat anak2 skr, contohnya ttg anak2 yg ingin masuk sekolah dasar tetapi harus sdh bisa baca tulis.
ReplyDeletebetul, banyak sekali hal yang harus dibenahi dalam 'budaya pendidikan' kitaSalam kenal juga. Terima kasih sudah mampir ^__^
riyyani said: saya setuju bgt bu dgn yg ibu postingan disini. kasihan liat2 anak2 skr...ditekan drmn2, dr ortu,sekolah,lingkungan,dll.sy sangat prihatin dgn kerasnya dunia pendidikan buat anak2 skr, contohnya ttg anak2 yg ingin masuk sekolah dasar tetapi harus sdh bisa baca tulis. beda dgn jaman dl waktu sy sekolah, dl saya br bisa baca & tulis wkt kelas 3sd. sy tdk berani membayangkan 4-5th yg akan dtg bgmn nanti ketika sdh waktunya anak sy mulai sekolah....:(*salam kenal bu...suami sy jg berkecimpung didunia sekolah*
ReplyDeleteini yang sy kurang setuju sekarang....sekolah kesannya udah nggak mau repot... Kasihan anak yang nggak mampu ikut TK atau play group
narigunung said: Kalau pelajaran anak sekarang memang berat-berat :-) nggak tahu apakah memang harus begitu atau ada cara lain yang lebih tepat... Pelajarannya berat... harga bukunya juga berat :-)
ReplyDeleteBetul pak, berat bagi siswa, ternyata juga berat bagi orang tua ya?
saya setuju bgt bu dgn yg ibu postingan disini. kasihan liat2 anak2 skr...ditekan drmn2, dr ortu,sekolah,lingkungan,dll.sy sangat prihatin dgn kerasnya dunia pendidikan buat anak2 skr, contohnya ttg anak2 yg ingin masuk sekolah dasar tetapi harus sdh bisa baca tulis. beda dgn jaman dl waktu sy sekolah, dl saya br bisa baca & tulis wkt kelas 3sd. sy tdk berani membayangkan 4-5th yg akan dtg bgmn nanti ketika sdh waktunya anak sy mulai sekolah....:(*salam kenal bu...suami sy jg berkecimpung didunia sekolah*
ReplyDeleteKalau pelajaran anak sekarang memang berat-berat :-) nggak tahu apakah memang harus begitu atau ada cara lain yang lebih tepat... Pelajarannya berat... harga bukunya juga berat :-)
ReplyDeleteekobs said: Di Muslim Infocom Foundation,kita sebenarnya PERNAH punya agenda melakukan pelatihan untuk guru misal pelatihan blogging, knowledge sharing via blog ...tapi kita menghadapi CHALLENGE yaitu bagaimana menarik minat guru agar SEMANGAT ikut ... mengingat di era certificate, kita mendapat ALERT bahwa guru lebih memburu certificate ini ketimbang bahan training-nya :((Kita belum menemukan OPPORTUNITY bagaimana cara men-seleksi guru-guru yang memang berminat knowledge sharing via blog. Meski kita dah negosiasi dgn beberapa lab komputer untuk pelatihan ini ...Kalau banyak guru jadi BLOGGER ane rasa "pendobrakan" ini lebih bergema ... Ada ide lagi ? Hahaha afwan banyak minta ide malahan :D
ReplyDeleteItu sih problem yang sama. Sekolahku beberapa kali mengadakan pelatihan dan mengundang guru-guru dari SD negeri disekitar sekolah, cuma ya itu tadi, tertariknya hanya dengan sertifikatnya saja.Program sertifikasi sendiri sesungguhnya menghadirkan banyak masalah. Sebuah niat baik yang melahirkan praktek tidak baik, nah lho...............
nengmetty said: Kita melakukan usaha-usaha penyadaran terhadap orang tua, praktisi pendidikan dan pembuat kebijakankita harus mendobrak sistem kita ^__^
ReplyDeleteDi Muslim Infocom Foundation,kita sebenarnya PERNAH punya agenda melakukan pelatihan untuk guru misal pelatihan blogging, knowledge sharing via blog ...tapi kita menghadapi CHALLENGE yaitu bagaimana menarik minat guru agar SEMANGAT ikut ... mengingat di era certificate, kita mendapat ALERT bahwa guru lebih memburu certificate ini ketimbang bahan training-nya :((Kita belum menemukan OPPORTUNITY bagaimana cara men-seleksi guru-guru yang memang berminat knowledge sharing via blog. Meski kita dah negosiasi dgn beberapa lab komputer untuk pelatihan ini ...Kalau banyak guru jadi BLOGGER ane rasa "pendobrakan" ini lebih bergema ... Ada ide lagi ? Hahaha afwan banyak minta ide malahan :D
bukansuperman said: Jadi usul Bu Guru, baeknya gimana ya?
ReplyDeleteKita melakukan usaha-usaha penyadaran terhadap orang tua, praktisi pendidikan dan pembuat kebijakankita harus mendobrak sistem kita ^__^
asasayang said: Kacian ya bu guru..
ReplyDeletekasihan memang...............
Jadi usul Bu Guru, baeknya gimana ya?
ReplyDeleteKacian ya bu guru..
ReplyDeleteekobs said: Salah satu puncak gunung es permasalahan ada di pendidikan SMA/SMK/MAN ... Dalam proyek beasiswa Muslim Infocom Foundation,salah satu tantangannya : bagaimana agar mereka bisa mandiri setelah mereka SMA ? Kita masih butuh bantuan INFAQ IDE ... belum ketemu apa yang bisa dilakukan, misal kita melakukan pelatihan apa agar mereka bisa mandiri ?
ReplyDeleteMenarik tuh mas untuk bahan sharingnanti kalau punya ide saya usulkan ya
puntowati said: Sebaiknya setiap pertemuan atau berbicara dengan orangtua hal2 spt ini diceritakan......juga jangan bosan2nya menghimbau agar TV dirumah murid tidak dinyalakan sepanjang hari. Terutama waktu belajar seharusnya dimatikan karena kalau tidak anak2 akan tergoda nonton TV........Saya sering lihat ibu2 yang mengikuti telenovela atau berita gossip nggak mau mengalah. Jadi cuman bolak-balik nyuruh anaknya belajar tapi diri sendiri nonton TV....ya mana bisa anak suka belajar..... cara yang paling baik adalah memberi contoh....
ReplyDeleteSepakat. Sekolah kami sebetulnya rutin mengadakan pelatihan buat orang tua. Cuma tingkat penerimaan dan penerapannya masih rendah. Dan betul juga, TV ditambah lagi internet menjadi godaan besar buat orang tua maupun anak
Salah satu puncak gunung es permasalahan ada di pendidikan SMA/SMK/MAN ... Dalam proyek beasiswa Muslim Infocom Foundation,salah satu tantangannya : bagaimana agar mereka bisa mandiri setelah mereka SMA ? Kita masih butuh bantuan INFAQ IDE ... belum ketemu apa yang bisa dilakukan, misal kita melakukan pelatihan apa agar mereka bisa mandiri ?
ReplyDeletebinarlangitbiru said: Bnar bgt ngeliat buku2 sepupu or keponakan yang ada malah membuat aku pusing xixixi
ReplyDeletesebagai guru saya juga pusing, apa benar harus dijejalkan semua terhadap siswa? Sungguh kasihan
nengmetty said: Sebuah saran yang sangat baikbagaimana ya caranya supaya pendapat-pendapat yang seperti ini sampai dan dimengerti para orang tua
ReplyDeleteSebaiknya setiap pertemuan atau berbicara dengan orangtua hal2 spt ini diceritakan......juga jangan bosan2nya menghimbau agar TV dirumah murid tidak dinyalakan sepanjang hari. Terutama waktu belajar seharusnya dimatikan karena kalau tidak anak2 akan tergoda nonton TV........Saya sering lihat ibu2 yang mengikuti telenovela atau berita gossip nggak mau mengalah. Jadi cuman bolak-balik nyuruh anaknya belajar tapi diri sendiri nonton TV....ya mana bisa anak suka belajar..... cara yang paling baik adalah memberi contoh....
Bnar bgt ngeliat buku2 sepupu or keponakan yang ada malah membuat aku pusing xixixi
ReplyDeletepuntowati said: Orangtua sering terpaku dengan mengejar nilai raport yang bagus. Padahal yang paling penting adalah mengajari anak supaya mereka senang belajar. Jika mereka sudah menyenangi kegiatan belajar maka dengan sendirinya sianak menjadi rajin dan nilai raport melambung tinggi. Orangtua bisa membantu dengan menciptakan suasana belajar yang baik, misalnya dengan mengurangi godaan2 luar misalnya kalau anak lagi belajar TV dimatikan. Kalau anak lagi belajar saya sering melakukan kegiatan yg sama misalnya baca buku, menulis surat, menulis resep masakan dsbnya....
ReplyDeleteSebuah saran yang sangat baikbagaimana ya caranya supaya pendapat-pendapat yang seperti ini sampai dan dimengerti para orang tua
puntowati said: Bahkan di Eropa ank2 SD saja masih belum diberi PR karena mereka tidak mau membebani anak2 SD dengan beban yang tidak sanggup mereka cerna...
ReplyDeleteRupanya kita menganggap anak-anak Indonesia merupakan kualitas super, sanggup menanggung beban yang sedemikian..........................
Orangtua sering terpaku dengan mengejar nilai raport yang bagus. Padahal yang paling penting adalah mengajari anak supaya mereka senang belajar. Jika mereka sudah menyenangi kegiatan belajar maka dengan sendirinya sianak menjadi rajin dan nilai raport melambung tinggi. Orangtua bisa membantu dengan menciptakan suasana belajar yang baik, misalnya dengan mengurangi godaan2 luar misalnya kalau anak lagi belajar TV dimatikan. Kalau anak lagi belajar saya sering melakukan kegiatan yg sama misalnya baca buku, menulis surat, menulis resep masakan dsbnya....
ReplyDeletebeban anak semakin berat karena banyak orangtua yang ingin anaknya bisa membaca dan menulis sebelum masuk SD....padahal masa TK adalah masa bermain. Bahkan di Eropa ank2 SD saja masih belum diberi PR karena mereka tidak mau membebani anak2 SD dengan beban yang tidak sanggup mereka cerna...
ReplyDeletefmcute said: ketika anak hanya ditargetkan pada sisi kognitifnya saja ya akan seperti itu, sementara bila seorang anak yang akhlaqnya baik, meski tidak selalu juara dianggap bodoh... renungi kembali makna pendidikan yang diajarkan Rasulullah, hingga generasi penerus tidak hanya cerdas intelektual namun cerdas moral...JKFS :)
ReplyDeleteironi juga ya, seringkali pendidikan agamapun di sekolah hanya mencakup aspek kognitifnya saja
arryira said: Kasian anak2 hiks
ReplyDeletesepakat .........hiks
ketika anak hanya ditargetkan pada sisi kognitifnya saja ya akan seperti itu, sementara bila seorang anak yang akhlaqnya baik, meski tidak selalu juara dianggap bodoh... renungi kembali makna pendidikan yang diajarkan Rasulullah, hingga generasi penerus tidak hanya cerdas intelektual namun cerdas moral...JKFS :)
ReplyDeleteKasian anak2 hiks
ReplyDeletesaturindu said: berat bahasannya :)akan makin berat pendidikan dasar kita bila pengetahuan mereka tak memperhatikan psikologi perkembangan anak :)
ReplyDeleteNah, tanggung jawab siapa menyadarkan orang tua, menyadarkan praktisi pendidikan dan terutama menyadarkan para pembuat kebijakan?^__^
berat bahasannya :)akan makin berat pendidikan dasar kita bila pengetahuan mereka tak memperhatikan psikologi perkembangan anak :)
ReplyDeleteceumimin said: Emang kasihan neng, lihat anak2ku dijejali kurikulum yg sungguh buat pusing kepala, sementara anaknya meuni susah diajarna...
ReplyDeleteMemangnya sama kitu ceu kurikulum didieu sareng disonoh?
adeirmasury said: Waduh...parah banget ya mbak Neng.Jadi ikut prihatin, untuk guru2 yang memiliki idealisme seperti mbak.
ReplyDeleteAyoo ikutan jadi gurumeskipun banyak tekanan, tapi sangat menyenangkan menghadapi tingkah polah siswa yang beraneka ragam, meski kadang-kadang bikin marah juga ^__^
Bu Guru..Nanti anakku diajari bu Guru aja..Biar ga ada PR..:)Emang kasihan neng, lihat anak2ku dijejali kurikulum yg sungguh buat pusing kepala, sementara anaknya meuni susah diajarna...
ReplyDeletenisanajma said: sangat setuju Bu..sangat..menurut saya, hanya satu yang salah. Si pembuat sistem dan penentu kebijakan. Mereka memilih orang orang yang tak mengerti sama sekali konsep pendidikan. para guru hanya pemantau, tak boleh protes dan boleh bicara. apakah mereka berpikir tamatan sekolah guru itu lebih bodoh dari mereka yang tamatan non kependidikan? ironis ya bu. Saya bermimpi di republik mimpi, mentri pendidikannya dari kalangan guru..agar benar benar paham apa yang terjadi dan apa yang harus dibenahi. bukan hanya sekedar sekolah gratis. bukan hanya slogan wajib beljar 9 tahun...saya masih mimpi, kita masih mimpi ya bu Metty..
ReplyDeleteMudah-mudahan suatu saat, mimpi kita terwujud nyata ya mbak Hen
Waduh...parah banget ya mbak Neng.Jadi ikut prihatin, untuk guru2 yang memiliki idealisme seperti mbak.
ReplyDeletenengmetty said: Tergantung targetnya. Kalau guru-guru swasta, biasanya keinginan belajarnya besar, bahkan rela mengeluarkan dana dari kantong sendiri. Saya dulu aktif di TRC (teacher resources center) sebagai sekretaris, sampai sebelum hp saya hilang, saya masih kerap mendapat sms kapan mau diadakan pelatihan lagi. Setelah hp saya hilang seluruh kontak terputus. Kalau punya event yang bagus buat guru, saya bisa menyebarkannya lewat koneksi di JSIT (jaringan sekolah islam terpadu)
ReplyDeleteBu,gimana kalau di blog-nya dibuat posting ttg "event yang bagus buat guru" ... jadi kita bisa diskusi lebih jauhapa event yg bagus buat guru :)
nitafebri said: Bimbel.. hanya bagi mereka anak-anak yang orangtuanya mampu..bagaimana dengan anak-anak yang bisa sekedar sekolah saja sudah syukur, gak mengharap dapat tambahan les dari bimbel2 yang ada. Beban mereka dalam menatap kedepan tentu lebih berat apabila kurikulum yang ada terlalu membebani hari-hari mereka.. Maknya tak heran bagi anak-anak dari kalangan ini mereka bisa sekedar lulus itu sudah bagus, tanpa perlu mengejar targetyang bagi mereka tinggi sekali..
ReplyDeleteBetul, untungnya ikut bimbel atau tidak, tidak terlalu menentukan keberhasilan seseorang hidup di masyarakat kelak.Banyak kisah sukses dari orang-orang yang berasal dari kalangan tidak mampu. Optimislah^__^
ekobs said: Gimana ? Ada gak cara mengumpulkan guru-guru yang mau belajar, tanpa berorientasi certificate ...
ReplyDeleteTergantung targetnya. Kalau guru-guru swasta, biasanya keinginan belajarnya besar, bahkan rela mengeluarkan dana dari kantong sendiri. Saya dulu aktif di TRC (teacher resources center) sebagai sekretaris, sampai sebelum hp saya hilang, saya masih kerap mendapat sms kapan mau diadakan pelatihan lagi. Setelah hp saya hilang seluruh kontak terputus. Kalau punya event yang bagus buat guru, saya bisa menyebarkannya lewat koneksi di JSIT (jaringan sekolah islam terpadu)
Bimbel.. hanya bagi mereka anak-anak yang orangtuanya mampu..bagaimana dengan anak-anak yang bisa sekedar sekolah saja sudah syukur, gak mengharap dapat tambahan les dari bimbel2 yang ada. Beban mereka dalam menatap kedepan tentu lebih berat apabila kurikulum yang ada terlalu membebani hari-hari mereka.. Maknya tak heran bagi anak-anak dari kalangan ini mereka bisa sekedar lulus itu sudah bagus, tanpa perlu mengejar targetyang bagi mereka tinggi sekali..
ReplyDeletenengmetty said: Itu sih problem yang sama. Sekolahku beberapa kali mengadakan pelatihan dan mengundang guru-guru dari SD negeri disekitar sekolah, cuma ya itu tadi, tertariknya hanya dengan sertifikatnya saja.Program sertifikasi sendiri sesungguhnya menghadirkan banyak masalah. Sebuah niat baik yang melahirkan praktek tidak baik, nah lho...............
ReplyDeleteJadi bagaimana mau mendobrak sistem, pengambil kebijakan dll ... kalau kita dari komunitas guru juga belum menemukan solusi 3M :Dari diri kita, dari apa yang bisa dilakukan, dari sekarang ?Saya rasa "menyentuh hati guru" ... harus dijalankan seimbang dengan TUNTUTAN kita kepada pemerintah dan pihak-pihak lain. Gimana ? Ada gak cara mengumpulkan guru-guru yang mau belajar, tanpa berorientasi certificate ...Maksud saya, sulit bagi komunitas membantu meningkatkan kesejahteraan guru dari sisi financial ... ini memang TANGGUNG JAWAB pemerintah,tetapi di bidang keilmuan, sebenarnya banyak pihak punya WILL dan INTEREST untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui pelatihan guru ...
tiarrahman said: guru curang dalam ujian itu malah menjerumuskan sang murid. tapi yang terjadi yang tidak setuju malah dmusuhi :(
ReplyDeletenah, dunia sudah terbalik ^__^
he eh, pelajaran es de jadi berat. syukur masih ada guru seperti anda.guru curang dalam ujian itu malah menjerumuskan sang murid. tapi yang terjadi yang tidak setuju malah dmusuhi :(
ReplyDeletejarimatikapbg said: salam kenal dulu ah..diskusinya menarik nih.saya ngupil..eh nguping dulu aja ya ? ...:-)
ReplyDeleteSalam kenal kembalisilahkan, kalau punya masukkan boleh juga di share ya
ekobs said: Lebih ke constraint ketersediaan skills di sisi trainer ... yaitu Muslim Infocom Foundation ... Rule-nya : Kita tidak bisa memberi, apa yang kita tidak punya ... batasan apa yang bisa di-share adalah di sisi IT/komputer/Internet.
ReplyDeleteSaya sendiri akan tertarik kalau ada pelatihan penggunaan linux, tapi saya tidak tahu apakah guru secara umum akan tertarik dengan hal tersebut. Coba nanti saya bikin sedikit jajak pendapat ^__^
salam kenal dulu ah..diskusinya menarik nih.saya ngupil..eh nguping dulu aja ya ? ...:-)
ReplyDeletenengmetty said: Punya target peserta yang spesifik ngga? Misalkan harus guru SD, atau harus guru negeri, atau harus guru bidang studi TIK? Atau apapun asal berprofesi guru?
ReplyDeleteLebih ke constraint ketersediaan skills di sisi trainer ... yaitu Muslim Infocom Foundation ... Rule-nya : Kita tidak bisa memberi, apa yang kita tidak punya ... batasan apa yang bisa di-share adalah di sisi IT/komputer/Internet.
ekobs said: yg menyatu dgn blog pribadi ini aja (nengmetty.multiply.com) ... saya perlu masukan apa training blog, Internet, IT dll bisa berguna buat guru ...soale dalam proposal Muslim Infocom Foundation yg kita gunakan menggalang dana, salah satu rencana kerjanya ya pelatihan buat guru ...Pelatihan apa ? Ini perlu masukan-masukan ...
ReplyDeletePunya target peserta yang spesifik ngga? Misalkan harus guru SD, atau harus guru negeri, atau harus guru bidang studi TIK? Atau apapun asal berprofesi guru? Kalau pelatihan blog saya rasa kurang tepat. Generasi mudanya mayoritas sudah punya blog (meskipun amatiran seperti saya), generasi tuanya menolak untuk bersentuhan dengan teknologi internet.Kalau targetnya guru SD mungkin yang diperlukan sekarang adalah pelatihan pembelajaran pembentukan karakter (character building), dari sisi aplikasi dan penyusunan kurikulumnya lho ya, karena kalau hanya sekedar teori kita bisa baca di buku. Tapi kalau untuk guru SMP dan SMA saya belum punya saran
nengmetty said: boleh juga, saya sebetulnya punya MP yang sedianya akan saya jadikan khusus postingan masalah-masalah keguruan. Tapi ternyata waktu dan energi saya tidak cukup untu memaintenancenya. Kalau berkenan silahkan lihat (tapi sudah ngga diurus) sumberguru.multiply.com ^__^
ReplyDeleteyg menyatu dgn blog pribadi ini aja (nengmetty.multiply.com) ... saya perlu masukan apa training blog, Internet, IT dll bisa berguna buat guru ...soale dalam proposal Muslim Infocom Foundation yg kita gunakan menggalang dana, salah satu rencana kerjanya ya pelatihan buat guru ...Pelatihan apa ? Ini perlu masukan-masukan ...
ekobs said: Bu,gimana kalau di blog-nya dibuat posting ttg "event yang bagus buat guru" ... jadi kita bisa diskusi lebih jauhapa event yg bagus buat guru :)
ReplyDeleteboleh juga, saya sebetulnya punya MP yang sedianya akan saya jadikan khusus postingan masalah-masalah keguruan. Tapi ternyata waktu dan energi saya tidak cukup untu memaintenancenya. Kalau berkenan silahkan lihat (tapi sudah ngga diurus) sumberguru.multiply.com ^__^
1alfarsi said: dilematis sekali ......Tetaplah semangat dan komitmenlah terhadap idealismu HAi GuRu !!!!
ReplyDeletesemangat !!!!!!!!
dilematis sekali ......Tetaplah semangat dan komitmenlah terhadap idealismu HAi GuRu !!!!
ReplyDeleteandaikan semua guru kaya teteh....!!!..
ReplyDeletewahyu3murti said: Bagus nih diskusinya. Sdh lama materi pelajaran dan cara pembelajaran di SD jadi pemikiran saya.
ReplyDeleteyuuk sumbang ide, kalau yang bersuara makin banyak mungkin akan menghasilkan perubahan ^__^
Bagus nih diskusinya. Sdh lama materi pelajaran dan cara pembelajaran di SD jadi pemikiran saya.
ReplyDeletemurtimur said: andaikan semua guru kaya teteh....!!!..
ReplyDeletemuridnya nanti ngga kreatif, fight terhadap orang yang setipe (emang tinju fight) hehehe.....
murtimur said: andaikan semua guru kaya teteh....!!!..
ReplyDeletepasti para kepala sekolah jadi pada keder, kebanyakan ide .............. maksa lagi hehehe..............
emang kenapa kalau SD Negeri... anakku mau masuk SD Negeri nih...
ReplyDeletewahyu3murti said: mbak... tanya nih... SD Negeri sama SD Swasta sama aja ya materinya.... anak saya mau masuk SD nih...
ReplyDeleteKurikulum utamanya sama mbak, hanya kalau swasta biasanya memiliki kurikulum tambahan, ditempat saya misalkan ada tahsin dan tahfiz (membaca dan menghapal Al Quran), dan jam pelajaran bahasa Inggrisnya dilebihkan. Di sekolah swasta yang lain ada materi pembentukan karakter (character buildings), ada juga yang nilai-nilai pembentukan karakternya diintegrasikan ke dalam mata pelajaran lain. Yang akan terasa sangat beda mungkin cara penyampaian dan cara memperlakukan siswa. Sekolah kami menerima beberapa siswa pindahan dari SD negeri karena siswa tidak tahan terhadap perlakuan gurunya. ^__^
mbak... tanya nih... SD Negeri sama SD Swasta sama aja ya materinya.... anak saya mau masuk SD nih...
ReplyDeleteIbu/Bapak/Mbak&guru -2 terhormat semua,,,,,sistem boleh disalahkan,karna sistem itu sendiri para guru yang terhormat menjadikan seorang guru yang belum tentu da kwalitasnya,,,dinegara kita secarik kertas lebih punya kekuatan dari pada yang punya segudang ilmu ataupun kwalitas untuk menjadi tenaga pendidik,,,kebanyakan sekarang disekolah2 banyak yng menjadi tenaga pendidik dengan sarat punya sertifikat S1,SPD,dll.(walau dapat beli)benar kata seorang guru yg pernah tampil pada acara hitam putih...tolong para guru dengarkan keluhan murid dari cara mengajar anda,dan menjadilah seorang guru yang mempunyai karakter mendidik.PEACE.............
ReplyDelete