Pages

Saturday, May 30, 2009

3 KREATIF, 5 OK, 10 BOLEHLAH, 50?!!! HEY ANDA MEMBUAT SAYA MARAH


Sekedar menumpahkan unek-unek. Saat membuka inbox MP, tentulah saya ingin melihat apa yang dishare oleh kontak-kontak saya, apakah itu jurnal, foto, video ataupun resep masakan. Saya melakukan blog walking berdasarkan postingan yang masuk ke inbox saya. Jarang sekali saya mengunjungi MP lewat home page, kecuali untuk beberapa teman yang rajin menulis puisi. Kalau sedang tidak ada postingan yang menurut saya menarik, biasanya saya mencari-cari koleksi puisi-puisi kontak saya lewat homepage, dan maaf, kadang ingat untuk mengisi guest book dan seringkali lupa

Karena saya mengandalkan inbox untuk melihat hasil kreatifitas kontak saya (dan kontak dari kontak, saya menset inbox saya close network) maka beberapa ketidaklaziman terasa mengganggu. Ketidaklaziman yang terjadi biasanya karena admin MP (mungkin) sedang melakukan perbaikan. Sebuah postingan yang belum saya baca misalkan warnanya menjadi abu-abu seolah sudah saya baca, atau postingan yang sebelumnya dinyatakan memiliki 10 reply, tahu-tahu kembali ke 3 reply. Okelah tidak ada komplain dalam hal ini, namanya juga gratisan.

Secara umum biasanya kontak saya merelease satu postingan dalam satu hari. Namun beberapa bisa lebih, dua bahkan sampai lima. Namun bagaimana rasanya jika anda menemukan 50 postingan dari orang yang sama sekaligus? Karena inbox saya memuat 20 postingan dalam satu halaman, itu artinya saya baru menemukan postingan dari kontak saya yang lain di halaman ketiga. Itupun baru mulai dari bagian tengah kebawah.

Solusinya sih sebenarnya sederhana. Saya remove saja semua postingan tersebut dari inbox saya. Beruntung saya membukanya dari kompi, dan bukan dari hp, karena kalau dari hp saya tidak akan bisa meremove sebuah postingan. Hanya karena saya tidak tahu cara meremove sekaligus, jadilah postingan tersebut saya remove satu persatu. Lima puluh kali klik. Sebetulnya ada beberapa judul postingannya yang kelihatannya menarik. Tapi maaf, saya sudah kehilangan minat.

Sebetulnya ada juga yang ingin saya pelajari dari orang tersebut, bagaimana caranya merelease postingan sedemikian banyaknya dalam waktu bersamaan?




Friday, May 29, 2009

Nanti Gantian

Apa yang dilakukan seorang karyawan saat bos tidak ditempat? Sudah seminggu ini kepala sekolah tidak masuk karena suatu halangan. Dan apa yang saya temukan di ruangan beliau saat saya masuk kesana untuk suatu keperluan?

Ini dia





Begitu saya masuk spontan dia berkata, "ada yang bisa saya bantu?"
Apa jawabnya sewaktu saya tegur dia?


"Bu Metty sirik aja deh, kalau mau duduk disini ............nanti gantian"


bwahahaahaha,
sungguh saya akan merindukan hal-hal seperti ini saat saya meninggalkan sekolah ini.

Thursday, May 28, 2009

KEPUTUSAN

aku berdiri di batas bayang masa lalu
pada tapak tertinggal ada ceceran kisah luka tangis duka atas harap yang tersia
didinding-dinding sunyi, dilorong-lorong gulita di langit-langit kedap suara
walau masih terasa hangat debaran hati saat kisah kita awal bermula
tangis dan tawa berserak sepanjang garis kehidupan
sedang putaran waktu terus berpacu tanpa jeda agarku dapat putuskan kemana hendak mengarahkan haluan
dan harus ku menjejak langkah kemuka meninggalkan segala yang pernah ada meretas ikatan menebas kaitan
menatapku ke depan
dan aku telah ambil putusan
meski engganku melepas nostalgi
sedang mengibas masa lalu tak semudah menjentik debu
pada penggalan waktu yang bernama masa lalu kusisakan seutas rindu



Wednesday, May 27, 2009

Tips Buat yang Menggunakan Koneksi Internet Time Base

Bersyukurlah bagi anda yang memiliki koneksi unlimited, bebas berselancar di dunia maya kapan saja. Saya sendiri menggunakan koneksi murah meriah dari indosat IM3 GPRS. Karena koneksi yang saya punya berupa time base, sementara saya sudah sedikit (ehm.... sedikit itu ngakunya) addicted dengan MP, maka saya melakukan beberapa trik untuk menghemat pulsa internet saya. Berikut saya share untuk anda:

1. Saat membuka inbox, lihat dulu keseluruhan judul postingan yang masuk ke inbox, pilih beberapa postingan yang ingin kita baca, lalu buka semuanya sekaligus (open link in new tab). Setelah semuanya terbuka, putuskan koneksi internet, dan anda punya waktu leluasa untuk membaca postingan tersebut. Bila anda berniat untuk memberikan komentar langsung ketik komentar anda di box yang tersedia tapi jangan dulu mengklik submit, berpindahlah dulu ke postingan yang berikutnya. Begitu terus sampai seluruh postingan yang terbuka anda baca, setelah itu sambungkan kembali koneksi internet anda dan klik tombol submit di semua postingan yang anda komentari.

2. Bila anda ingin menulis sebuah postingan, ada dua cara untuk menghemat yang bisa anda lakukan. Cara pertama adalah menuliskan postingan anda dulu di word. Kalau anda menggunakan IE, anda dapat langsung mengkopi dari word ke layar compose blog dan mempublishnya. Bila anda menggunakan firefox, kopi dulu postingan anda ke notepad, baru dari notepad anda kopi ke layar compose blog kemudian dipublish.
Cara kedua adalah ol terlebih dulu, buka layar compose blog, kemudian putuskan koneksi internet anda. Anda mempunyai waktu yang leluasa untuk menulis dan berfikir tanpa perlu berpacu dengan sisa waktu pulsa internet anda

Semoga bermanfaat.
Ada yang mau menambahkan?

*Karena siswa kelas 6 sudah menyelesaikan seluruh ujian, maka ngempi jadi kerjaan ^__^

Tuesday, May 26, 2009

Di Bening Matamu (5)


Pagi-pagi bik Minah memberikan sebuah surat dari TKnya Syifa. Pemberitahuan akan diadakan acara akhir tahun sekaligus perpisahan berupa outbond di Ciseeng. Setiap siswa harus didampingi orang tuanya. Danu mengeluh dalam hati. Mengikuti acara segerombolan anak TK? Hukuman apa ini? Atau bisakah dia meminta Syifa untuk tidak mengikuti acare tersebut? Atau ikut tanpa orang tua?
Sampai di kantor Danu menelepon gurunya Syifa, menanyakan kemungkinan Syifa ikut tanpa didampingi orang tua. Gurunya Syifa memberikan izinnya, tapi menambahkan kemungkinan Syifa menjadi satu-satunya siswa yang tidak didampingi orang tuanya.
Pada akhirnya Danu memutuskan untuk mendampingi Syifa. Kasihan, mungkin rasa kehilangannya akan kematian kedua orang tuanya belum sepenuhnya hilang dari hatinya, dan akan semakin terasa ketika melihat orang lain disertai orang tuanya sementara dia harus sendirian. Begini rupanya rasanya menjadi seorang Papa.
Ternyata semuanya berjalan kacau. Pagi-pagi Syifa sudah tak sabar memaksa Danu agar buru-buru berangkat. Ternyata sampai di sekolah mereka kepagian, bahkan guru-gurunya saja belum datang. Di bis, anak-anak lain sibuk memakan camilan bekal mereka, dan Danu tidak membeli sedikitpun camilan untuk bekal Syifa. Dan Danu menjadi satu-satunya Bapak yang mengantar anaknya. Siswa lainnya semua diantar oleh ibunya. Dikelilingi oleh anak-anak yang berisik dan ibu-ibu mereka yang sama berisiknya membuat Danu merasa ingin menyuruh supir untuk menghentikan bis dan mengajak Syifa turun saat itu juga. Beruntung supir dan seorang awak bis lainnya laki-laki, pikir Danu, jika tidak, maka dia akan menjadi satu-satunya laki-laki dewasa dalam bis tersebut.
“Ayo Syifa, mau chiki ku ngga? Aku bawa banyak kok” seorang temannya menawarkan bekalnya.
“Ngga ah, nanti haus,”Syifa menolak.
“Kamu boleh minum teh kotakku kalau mau,” temannya yang lain menawarkan.
“Mau biskuit ngga?”
Syifa menolak semuanya.
“Kenapa? Kamu tidak ingin makan apa-apa?” Danu bertanya.
“Kata bunda, kalau aku dikasih orang, aku juga harus mau ngasih. Aku ngga punya buat ngasih”.
“Tapi kan tidak harus bales ngasih sekarang juga? Kamu bisa ngasih mereka lain kali, kan?”
“Ngga ah.”

Di tempat outbond sendiri Danu lupa akan rasa tidak nyamannya. Pertama dia menikmati suasana alamnya yang sejuk dan rindang. Dan ternyata menyenangkan juga melihat Syifa yang begitu bersemangat mengikuti seluruh acara. Menanam padi, naik diatas kerbau, flying fox, bahkan mereka dapat kesempatan bermain rakit berdua. Sambil tertawa Syifa bermain siram-siraman dengan teman-temannya di rakit yang lain. Dan ternyata masalah belum usai.
Jam dua belas anak-anak disuruh berhenti untuk makan siang. Danu menyangka Syifa akan kembali menjadi satu-satunya anak yang tidak makan siang. Tapi ternyata makan siang disediakan panitia. Selesai makan anak-anak diminta untuk membersihkan diri dan berganti pakaian untuk melaksanakan sholat dzuhur. Berganti pakaian! Apa Syifa membawa pakaian ganti?
“Syifa, kamu bawa pakaian ganti?”
“Ngga Pa”, Syifa menggeleng.
“Kenapa?” seorang ibu bertanya pada Syifa.
“Aku ngga membawa pakaian ganti”
“Ooh, sayang Rani Cuma membawa satu pakaian ganti”.
“Ada apa bu?” seorang ibu yang lain bertanya.
“Ini, Syifa ngga bawa baju ganti, ada yang membawa baju ganti dua ngga?”
Dalam sekejap, sepertinya semua orang tahu kalau Syifa tidak membawa baju ganti. Danu merasa bodoh sekali. Beruntung seorang temannya Syifa yang bernama Caca membawa dua baju ganti. Masalah baju selesai, tapi tidak masalah Danu.
Sesampainya di sekolah, saat hendak pulang, Danu berbasa-basi kepada mamanya Caca.
“Bajunya Syifa pinjem dulu ya bu, secepatnya nanti saya kembalikan”.
“Oh, santai saja, ngga apa-apa. Cuma maaf ya Papanya Syifa, saran saya sih, kalau dapat surat dari sekolah ya dibaca, jadi besok-besok ngga terjadi lagi seperti ini”.
Skak mat.

Saat membuka pakaiannya untuk mandi tiba-tiba Danu merasakan kemarahan dalam dirinya. Apa sebetulnya yang dia tahu soal mengurus anak TK? Dia tidak tahu apa-apa. Dia tidak siap, dan sebetulnya juga dia tidak mau. Dia ingin bebas. Mengapa dia yang harus mendapat beban seperti ini? Mengapa harus dia? Dia tidak tahu apa yang dibutuhkan Syifa, apa yang harus dilakukannya. Danu tidak terima, mengapa dia harus mengurusi hal-hal seperti itu? Mengapa?


_______________

Karena Danu bukan pengidap PMS, dan karena telah terjadi kesepakatan antara mas Suga dan mas Jamal (saturindu dan bukansuperman) yang (mungkin) sama-sama bukan pengidap PMS, bahwa perubahan emosi dalam batin Danu harus ada pemicunya, maka edisi ini merupakan revisi dari paragrap terakhir edisi sebelumnya.
Dan saya dengan senang hati akan menerima segala kritik dan saran. Selamat menikmati.

Sunday, May 24, 2009

PERNAH KITA

pernah kita bertukar sapa pada pagi yang merona pada petang yang membayang
saat burung pipit mulai mencericit sampai kembali pulang kesarang
kita tabur kata tanpa makna mengiringi sang mentari melintasi garis edarnya
agar kita bertemu lagi dengan esok
begitu cara kita menjalani hari

pernah kita bertukar cerita tentang laut yang membiru tentang ombak yang menderu
tentang badai yang membelai tentang prahara yang meronta
tentang fajar saat melukis semburatnya
tentang kemboja yang setia pada tempatnya
tentang kidung ibunda saat menidurkan bayinya
tentang angin yang membisikkan desirannya
tentang daun yang meluruh dari tangkainya
tentang karang yang bertahan pada kokohnya
tentang langit tentang awan tentang mendung tentang hujan tentang biru tentang merah tentang hitam

pernah kita
bertukar kidung senandung syahdu curahan kalbu
syair pujangga penambat rasa

pernah kita
pada suatu masa

Di Bening Matamu (4)

Kisah sebelumnya klik di sini

Danu menunggu. Tapi tidak ada kalimat lain yang keluar dari mulut mungil Syifa. Dia hanya diam berjongkok, tangannya mempermainkan helaian bunga tabur diatas pusara bundanya.
“Syifa, ayo kita pulang”
Syifa berdiri. Bergandengan tangan mereka berjalan menuju mobil. Keluar dari komplek pemakaman Danu menimbang-nimbang, apakah akan langsung pulang atau kembali ke tujuan semula: mengajak Syifa bersenang-senang.
“Papa, orang mati itu masuk syurga ya?”
Danu menghela nafas. Jarang sekali Syifa berinisiatif mengajaknya berbicara. Sekalinya mengajak bicara, kenapa hal yang seperti ini?
“Orang mati itu, ditimbang amalnya, kalau amal baiknya banyak ya masuk syurga”.
“Kalau bunda, ayah sama kak Rian, amal baiknya banyak ngga?”
“Syifa mau ayah sama bunda masuk syurga? Kalau begitu Syifa harus banyak mendoakan mereka, doa anak yang shaleh insya Allah dikabulkan Allah.”
“Syifa, kamu mau kita mampir ke Junction? Kita beli es krim?” Danu mencoba mengalihkan perhatian Syifa.
Syifa tersenyum. Sungguh senyuman pertama yang dilihat Danu sejak mereka tinggal bersama. Entah kenapa, melihat senyuman itu, Danu malah merasa terharu.
“aku mau es krimnya yang rasa cokelat ya Pa.”
“Boleh.”
Ketika merencanakan untuk membawa Syifa bersenang-senang, Danu menganggap bahwa ini adalah pengorbanan dari pihaknya. Tapi saat menjalaninya, ternyata Danu menikmatinya juga.
“Syifa, nanti malam Papa mau pergi sama teman-teman Papa, kamu makan sendiri ya?”
“Beres paaaaa….”
Danu tercengang. Tak menyangka reaksi Syifa akan seriang itu. Mungkin sebetulnya dia dapat pergi dari dulu-dulu.

***
Setelah diawali, dan ternyata berlalu tanpa masalah, akhirnya Danu mulai sering juga pergi dengan teman-temannya. Sampai suatu ketika Danu batal makan-makan sepulang kantor karena temannya ada acara mendadak. Karena tadinya merencanakan untuk jalan dulu, Danu baru keluar dari kantor selepas sholat maghrib. Seperti biasa rumah terasa sepi. Setelah meletakkan tasnya dan membuka sepatu, Danu melongok ke kamar Syifa, ternyata dia tidak ada dikamarnya. Saat melewati pintu ruang makan dari pintu dilihatnya Syifa sedang duduk di kursi makan. Danu menelan kembali sapa yang nyaris terlontar dari mulutnya. Apa yang dilihatnya serasa membuat hatinya teriris.
Syifa duduk menghadapi sepiring nasi, tangannya mempermainkan sendok, tapi tak kunjung menyuap. Tatapannya menerawang. Dilepaskannya sendok ditangannya, lalu duduk bertopang dagu. Ya Rabb, anak yang dulu begitu cerewet, sekarang duduk bertopang dagu setengah melamun. Apa yang ada dipikirannya? Danu berusaha melonggarkan tenggorokannya yang terasa tercekat. Berusaha agar terdengar riang dia masuk sambil berkata;
“Halo tuan putri, makannya enak ya?” bahkan ditelinganya sendiripun pertanyaan itu terdengar janggal.
Senyum merekah diwajah mungil itu.
“Papa? Katanya mau pulang malam?”
“Ngga jadi, papa kangen sama anak papa.”

Danu meraih piring dan mengisinya.
“Iiiiih, Papa kan belum mandi, belum ganti baju.”
“Biar, Papa laper. Bolehkan papa makan dulu?”
“Booleeeeh hehehe.”

Saat membuka pakaiannya untuk mandi tiba-tiba Danu merasakan kemarahan dalam dirinya. Apa sebetulnya yang dia tahu soal mengurus anak kecil? Dia tidak tahu apa-apa. Dia tidak siap, dan sebetulnya juga dia tidak mau. Dia ingin bebas. Mengapa dia yang harus mendapat beban seperti ini? Mengapa harus dia? Dia tidak tahu apa yang dibutuhkan Syifa, apa yang diinginkannya dan apa yang dipikirkannya. Danu tidak terima, mengapa dia harus peduli dengan hal-hal seperti itu? Mengapa?

Saturday, May 23, 2009

Di Bening Matamu (3)

Kisah sebelumnya klik di sini
Bab I
Aku Tak Mau Papa Mati

Hidup terasa begitu monoton sekarang. Sarapan bersama seorang anak yang pendiam. Mengantar sekolah. Tekanan pekerjaan di kantor yang semakin berat. Pulang. Makan malam kembali bersama si anak pendiam.
Terkadang Danu ingin melepaskan diri dari kepenatan rutinitas ini. Tapi dia tak tega. Terbayang olehnya wajah mungil Syifa yang selalu duduk sendiri di teras menantikan kedatangannya. Bagaimana matanya berbinar saat dia tiba. Bagaimana tangan mungilnya terulur untuk mencium tangannya. Tanpa kata-kata, tapi memberikan kehangatan tersendiri. Dan Syifa akan mengikutinya masuk ke dalam rumah untuk kemudian membaca buku cerita atau sekedar bermain-main dengan bonekanya, membiarkan Danu berganti pakaian, mandi dan sholat maghrib, kemudian mereka akan makan bersama.

Bik Minah cerita kalau dia sering menyuruh Syifa untuk makan saja lebih dahulu, tidak usah menunggu Pak Danu pulang. Tapi Syifa berkeras untuk menunggu Danu. Pernah suatu ketika Danu harus lembur di kantornya, dan dia lupa menelepon Syifa untuk menyuruhnya makan sendiri. Jam sepuluh malam bik Minah menelepon HPnya menanyakan akan pulang jam berapa karena Syifa menunggunya untuk makan bersama. Sejak itu Danu mengusahakan untuk selalu pulang sore. Kalau terpaksa harus lembur, dia akan menelepon Syifa memintanya untuk makan sendiri. Dan selalu dua kata sebagai jawaban “ya Pa”.


***

Danu merasa sakunya bergetar, ada telepon masuk. Fadil, teman kerjanya yang setahun lalu pindah ke kantor cabang cirebon.
“Hallo Dil”
“Danu, gue ada training di pusat Kamis dan Jumat besok, so malem minggu kalian punya acara dimana? Gue gabung.”
“Gue ngga tahu, udah lama ngga ikutan, telepon aja si Rendi”
“Lo ada konflik sama siapa?”
“Gak ada, gue gak berantem sama siapa-siapa.”
“Terus kenapa lama ngga ikutan? Jangan bilang sudah insyaf lo, gue gak percaya”.
“Anak gue di rumah gak ada yang nemenin, itu masalahnya”.
“Anak?Anak dari mana? Lo kawin sama janda beranak berapa? Gue kok gak diundang?”
“Sialan lo, enak aja gue dikatain kawin sama janda”
“Terus anak dari mana?”
“Panjang deh ceritanya, tar kalo lu disini gue cerita.”
“Ya, gue telepon si Rendi deh.”

Danu menghela nafas. Haruskah dia melepaskan seluruh kesenangannya sekaligus? Masa sekali saja tidak boleh? Mumpung ada Fadil, hitung-hitung reuni? Sekali saja? Danu melakukan tawar menawar dengan dirinya sendiri. Dia memutuskan untuk menelepon Rendi.

***
Hari sabtu Danu sengaja menjemput Syifa di sekolah. Biasanya Syifa pulang dengan mobil jemputan. Tapi hari ini Danu ingin mengajak Syifa jalan-jalan. Dia ingin membuat Syifa merasa senang hari ini, agar nanti malam dia bisa bersenang-senang dengan teman-temannya tanpa merasa terlalu bersalah.
Begitu melihat Danu Syifa segera berlari menghampirinya dan mencium tangannya. Lalu dia berlari kembali kearah guru-gurunya yang berjejer melepas siswanya pulang, mencium tangan gurunya satu persatu lalu kembali mengahmpiri Danu.
Begitu naik ke mobil, Danu berkata,
“Tuan putri, silahkan katakan tuan putri ingin pergi kemana? Papa akan menurut.”
Syifa menatapnya dengan mata beningnya.
“Ke makam bunda?”
Deg. Jantung Danu serasa ditohok. Bukan begini rencananya. Harusnya mereka pergi bersenang-senang ke mall atau ke taman rekreasi.
Danu mengarahkan mobilnya kearah pemakaman tempat Dani, isterinya dan anak sulungnya dimakamkan. Sebetulnya dia masih bimbang, haruskah keinginan Syifa ini dituruti? Tapi dia juga bingung, apa yang harus dikatakannya untuk menolaknya?
Sesampainya dipemakaman, Danu membeli sewadah bunga tabur dan menyerahkannya ke tangan Syifa. Kemudian mereka berbimbingan menuju makam orang tua dan kakak Syifa. Danu menunjukkan yang mana makam Dani, yang mana Irma dan yang mana Rian. Syifa menghampiri makam Rian terlebih dahulu, tanpa kata-kata, dengan tangan mungilnya ditaburkannya bunga, kemudian dia menghampiri makam ayahnya, kembali ditaburkannya bunga, lalu melakukan hal yang sama terhadap makam bundanya. Kemudian dia berjongkok di samping makam bundanya, lalu mulut mungilnya berujar:
“Bunda, kalau orang mati itu ada disyurga ya? Bisa ngga aku sama papa ketemu bunda sebentaaaar saja. Nanti aku sama papa kembali lagi. Bisa ngga?”

(BERSAMBUNG)


_____________________________

Bagaimana kalau judulnya begini?


Friday, May 22, 2009

Anak Indonesia: Akan Dibawa Kemana?



Pernahkah anda merenungkan beban yang harus ditanggung anak-anak SD sekarang? Dari sisi sisi konten kurikulum, percayakah anda, apa yang dulu dipelajari di SMP bahkan di SMA, sekarang sebagiannya dijejalkan di SD. Sepertinya orang-orang yang menyusun konten kurikulum tersebut berasumsi bahwa semakin banyak muatan kurikulum semakin bermutulah pembelajaran yang terjadi. Benarkah?

Dari sisi tekanan orang tua. Orang tua merasa jaman sekarang bahwa persaingan makin I ketat. Berebutlah mereka memasukkan anaknya ke bimbel. Bahkan orang tua meminta guru untuk memberikan PR pada anaknya dengan alasan kalau tidak ada PR anaknya tidak mau belajar dirumah. Saat saya menolak memberikan PR dan meminta orang tua agar menyuruh anaknya bermain di rumah, mereka tidak sepakat dengan alasan nanti ketinggalan palajaran. Pelajaran! Apa sih yang dimaksud orang tua dengan pelajaran? Seberapa pentingnya bagi anaknya di masa kininya dan dimasa yang akan datang?

Sekolah. Saya adalah seorang yang berkecimpung di dunia sekolah. Dan saya tahu, seringkali sekolah menjadi sumber stress yang utama buat siswa. Sekolah punya target prestise menjadi sekolah favorit dilingkungannya, maka di motivasi lah (demi menghindarai kata ditekan) guru-guru agar menghasilkan output yang “berprestasi dimata masyarakat”. Saya beri double kutip karena apa yang dimaksud prestasi dimata masyarakat adalah nilai UAS BN yang tinggi sehingga bisa masuk ke SMP favorit. Dan siapa yang mendapat tekanan paling besar dari usaha tersebut?

Sistem. Bicara soal sistem, saya teringat pelaksanaan UAS BN kemarin. Di sekolah tempat saya mengajar didatangi beberapa mahasiswa UNJ yang menyatakan diri mereka sebagai pemantau independent. Sayang di sekolah tempat saya mengawas tidak didatangi oleh para pengawas independent ini sehingga saya tidak dapat menanyakan pertanyaan yang berkecamuk di kepala saya. Apa sebenarnya tujuan dari pemantau independent ini? Mengapa harus ada pemantau independent? Apakah ada kekhawatiran terjadi kecurangan saat pelaksanaan UAS BN? Harus sebegitunyakah? Sungguh sebuah ironi, lembaga yang seharusnya mengajarkan nilai-nilai kejujuran harus ‘dipantau’ agar tidak melakukan kecurangan.

Tapi kenyataan yang terjadi sesungguhnya lebih ironi lagi, karena usaha untuk berbuat curang itu benar-benar terjadi. Keinginan untuk mengantarkan siswa agar lulus dengan nilai baik, mengalahkan keharusan guru untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran terhadap siswanya. Ketika guru, sang digugu dan ditiru, menghalalkan cara curang untuk mencapai tujuannya, apa yang akan dilakukan para siswa, si penggugu dan peniru?


Sponsored by organic baby care

Thursday, May 21, 2009

Di Bening Matamu (2)

Kisah Sebelumnya klik di sini

“Anaknya perempuan atau laki-laki, pak?”
“Eh, ya….apa?”
“Yang didaftarkan di kelas satu, perempuan atau laki-laki?”
“Hm, eh,……………bagaimana?”
Ibu muda di sampingnya memandangnya dengan tatapan jengkel. Danu segera berusaha untuk berkonsentrasi.
“Anak saya perempuan bu”.
Perempuan tersebut mengucapkan oh singkat, lalu mengalihkan perhatiannya ke depan. Syukurlah.
Danu kembali mengenang peristiwa itu. Saat dia menemukan Syifa menangis dikamar sambil memeluk potret keluarganya, saat mereka berdua menangis duduk bersisian tanpa mengucapkan sepatah kata. Saat akhirnya dia merengkuh tubuh mungil itu dan memeluknya dalam pangkuannya, sampai si kecil itu tertidur dalam isakannya, dipangkuannya. Dari situlah semua ini dimulai. Keesokan harinya entah dari mana muncul semangat kepahlawanannya. Tanpa memikirkan akibat apa yang mungkin timbul, dia meminta Syifa untuk memanggilnya papa. Papa. Jadi Syifa punya seorang ayah, seorang bunda dan sekarang seorang papa.
Saat Danu meminta Syifa memanggilnya papa, dia hanya menatapnya dengan mata beningnya. Tapi saat mereka akan berangkat, (setiap hari Danu mengantar Syifa ke TKnya sambil dia sendiri berangkat ke tempat kerja) Syifa bertanya,
“Kita berangkat sekarang Pa?”
Sebuah inisiatif komunikasi yang pertama kali dilakukan Syifa sejak mereka tinggal bersama. Dan guru TK Syifa memberikan laporan bahwa Syifa bercerita dengan bangganya pada teman-temannya bahwa dia sekarang tinggal dengan papanya. Danu tak tahu bagaimana harus menanggapi laporan tersebut, di rumah, Syifa masih tetap syifa yang pendiam.
Begitulah Danu menjalani peran barunya sekarang. Dia mendftarkan Syifa ke sebuah SD swasta. Memperkenalkan diri sebagai seorang ayah. Bahkan namanya sendiripun mendukung peran barunya. Orang tuanya memberinya nama Muhammad Arya Sentanu, sedangkan nama kakaknya, ayah kandung Syifa, adalah Muhammad Arya Sentani. Entah mengapa panggilan mereka adalah Dani dan Danu dan bukan Tani dan Tanu. Pihak sekolah cenderung menganggap perbedaan nama pada KTP dan akta kelahiran Syifa sebagai sebuah kesalahan penulisan saja. Saat bagian administrasi sekolah tersebut meminta fotokopi KTP mamanya Syifa, Danu mengatakan kalau mamanya Syifa sudah meninggal. Dan inilah status barunya: duda beranak satu yang telah ditinggal mati oleh isterinya. Seorang duda yang belum pernah menikah, Danu tersenyum kecut.
Hal paling menyebalkan dari semuanya adalah dia kehilangan kebersamaannya dengan teman-temannya. Tidak pernah lagi Danu kongkow-kongkow dengan teman-temannya sepulang kerja, karena di rumah ada seorang anak yang menantinya untuk makan malam bersama. Tidak pernah lagi dia ikut kumpul bersama temannya di akhir peikan, karena itu waktunya untuk berkumpul dengan ‘anak semata wayangnya’. Bahkan dia tidak mengizinkan teman-temannya berkumpul dirumahnya karena tidak tahu hal tersebut bagus atau tidak buat Syifa. Dan bagaimana dia mau menggoda kasir swalayan tempatnya belanja kalau disampingnya ada seorang anak perempuan yang memanggilnya papa? Danu benar-benar telah kehilangan semua kesenangannya. Dia bukan lagi orang yang merdeka.
Dan sekarang dia sedang menjalankan peran sebagai seorang ayah yang ingin anaknya diterima di sebuah sekolah swasta yang sudah cukup punya nama. Diruangan ini, dia bersama lebih dari dua ratus orang lainnya sedang mendengarkan pengarahan dari pihak sekolah mengenai segala hal tetek bengek sekolah itu. Tak satupun kalimat si pembicara masuk ke dalam memorinya.

(BERSAMBUNG)

Wednesday, May 20, 2009

Di Bening Matamu

PROLOG

Tak habis-habis Danu mengutuki dirinya sendiri. Apa sebetulnya yang telah dia lakukan? Kemana akal sehatnya? Dan disinilah dia sekarang. Terjebak dalam sebuah ruangan bersama sekian banyak orang yang sebagian besarnya adalah ibu-ibu muda yang berisik membicarakan entah apa. Dan orang harus berkali-kali mengulang pertanyaan sederhana padanya karena dia benar-benar tidak “in” di ruangan itu.

Ceritanya berawal dari sebuah musibah ketika mobil yang dikendarai Dani, kakak kandungnya, bertabrakan dengan sebuah tronton yang remnya blong. Dari empat orang yang berada dalam mobil tersebut, Dani, Irma isteri Dani, Rian anak sulung dan Syifa anak bungsu Dani, hanya Syifa si bungsu yang bertahan hidup. Sungguh mengherankan melihat kondisi mobil yang tak berbentuk lagi, Syifa hanya mengalami sedikit luka ringan. Rupanya Syifa sedang tidur saat tabrakan terjadi, karena dia selalu menjawab tidak tahu, jika ada yang bertanya bagaimana kejadiannya.

Setelah musyawarah keluarga, yang hanya terdiri dari kedua orang tua Danu dan ibu mertua Dani dan sepasang suami isteri kakak ipar Dani, akhirnya diputuskan bahwa Danu akan memelihara Syifa, sekaligus menempati rumah yang ditinggalkan oleh Almarhum Dani. Tidak ada yang merasa keberatan karena itu satu-satunya kemungkinan. Orang tua Dani maupun mertuanya tinggal di kampong, agak susah untuk menyekolahkan Syifa. Kakak ipar Dani memiliki empat orang anak dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan. Jadilah Danu yang ketiban tanggung jawab memelihara Syifa, dibantu oleh bik Minah yang telah ikut keluarga Dani sejak Dani berumah tangga.

Sebetulnya jauh-jauh hari sebelum musibah terjadi, Dani sudah menawarkan agar Danu tinggal di rumahnya. Toh mereka sama-sama tinggal di Jakarta. Isterinya pun tidak berkeberatan. Tapi Danu lebih memilih kost dengan alasan ingin bebas. Dengan penghasilan yang lumayan, dia benar-benar menikmati kebebasannya. Kumpul-kumpul bersama teman-temannya dan kadang juga sedikit berhura-hura. Kalau dia tinggal bersama Dani, setidaknya dia akan merasa sungkan mengajak teman-temannya kumpul dirumahnya.

Seminggu pertama tinggal bersama Syifa sungguh membuat hatinya trenyuh. Pagi-pagi biasanya Syifa sudah mandi pada saat Danu baru terbangun. Bik Minah akan bertanya atau bercerita macam-macam dan syifa hanya menyimaknya dalam diam. Saat sarapan, dia menyantap makanannya dengan khusyu, sekali-sekali menjawab singkat jika Danu berbasa-basi bertanya satu atau dua hal tentang sekolahnya. Tak pernah sekalipun Syifa mempertanyakan keluarganya yang sudah tiada, tak pernah juga mengungkapkan rasa kehilangannya, dia hanya menjadi pendiam, benar-benar pendiam. Padahal Danu tahu betapa periang dan cerewetnya Syifa saat kedua orang tuanya masih hidup. Dan hati Danu selalu terasa teriris setiap kali memandang kedua mata bening Syifa memandangnya sebelum melontarkan jawaban singkat terhadap pertanyaannya yang tak bermutu. Danu sendiri bingung, apa sih seharusnya yang dibicarakan bersama seorang anak TK yang baru saja kehilangan seluruh keluarganya.

Dan pada suatu malam, saat Danu entah karena dorongan apa memasuki kamar Syifa, dia melihat keponakannya sedang menangis terisak-isak sambil memeluk sebuah pigura berisi potret keluarga mereka. Danu segera menghampirinya, duduk disampingnya, dan tak tahu harus berkata apa.
“Kamu menangis Syifa?” pertanyaan bodoh yang terlontar dari mulutnya.
“Tidak apa-apa, keluarkan tangismu”
Syifa tidak bereaksi, hanya meneruskan isakannya. Dan Danu duduk diam disampingnya dengan air mata yang tidak berhenti mengalir di pipinya.

(BERSAMBUNG)

Monday, May 18, 2009

JANGAN PERNAH BERUBAH


mentari menari
angin berbisik
alam merona penuh warna
dan kau membisu
enggan menyapaku
duhai, apa salahku

kembalilah
kau yang dulu
sapamu kala kupergi
sambutmu kala ku kembali
aku menunggu


***************************

Tetangga sebelahku punya seekor anjing yang sangat galak. Setiap aku berangkat ataupun pulang kerja, dia selalu berlari ke pintu pagar dan menggonggongiku penuh curiga. Kadang dia ribut menggonggong di tengah malam, membuatku susah memejamkan mata. Kadang dia melolong-lolong menyayat hati, membuat bulu kuduk berdiri.

Tapi pagi ini kulihat dia murung sekali. Terbaring dengan posisi miring, keempat kakinya terjulur ke samping. Tatapannya sayu sekali, bahkan sedikit berkaca-kaca. Dia hanya menatapku dalam diam saat aku berangkat kerja.

Mengapa hatiku jadi resah?

Saturday, May 16, 2009

PANTUN JENAKA

bunga kaktus tumbuh dirawa
warna kuning dekat cemara
bila tikus jadi terdakwa
biar kucing jadi pengacara




kain kuning bermotif miring
terlipat rapi terawat lagi
kambing pusing tujuh keliling
melihat sapi berkawat gigi




mangga melon duduk bersanding
salak pepaya tersia-sia
singa ke salon untuk rebonding
agar juara miss Indonesia


*side effect pikiran yang sedang mumet

Thursday, May 14, 2009

MY CONTACTS



Setengah tahun aktif di MP, ternyata jumlah kontak saya sudah mencapai 110. Jumlah yang menurut ukuran saya cukup banyak mengingat saya nyaris tidak pernah menginvite orang. Jumlah kontak yang saya invite bisa dihitung dengan sebelah tangan.

Saat mengaccept sebuah invite, biasanya saya hanya mencek homepage sang pengundang, dan nyaris tidak memperhatikan relation yang diminta. Secara umum orang mengundang saya sebagai friend, sedikit orang mengundang saya sebagai online buddy, beberapa sebagai sister dan brother, dua orang niece dan satu orang neighbor. Tapi ternyata, berdasarkan contact list, saya juga punya seorang daughter, seorang fiance dan seorang roommate. Akibatnya saat melihat postingan yang muncul di inbox (saya menset inbox saya:close network) saya pernah melihat postingan dari "your daughter xxxx's father", nah lho, jadi siapanya saya?

Pernah saya mempunyai kontak yang cuma berumur 3 hari, beliau menginvite saya, mengirim sekian PM untuk saya, dan karena tidak berkenan atas sebuah komentar saya terhadap postingannya, saya diremove sebagai kontak. Sebuah pengalaman baru bagi saya.

Ada kontak saya yang unik. Setiap kali saya posting, pasti headshoot beliau muncul di viewing history. Jarang memberikan komentar, tapi saya nyaris bisa memastikan kehadirannya. Tak satupun postingan saya yang luput dari kunjungannya. Siapa yang merasa hayo?

Begitulah. Lewat tulisan ini saya mengucapkan terima kasih untuk semua yang berkenan menjadikan saya sebagai kontak. Untuk yang telah membaca postingan-postingan saya. Dan untuk yang telah memberikan komentar, serius maupun lucu, nyambung maupun ngasal. Terima kasih, terima kasih......terima kasih........


Wednesday, May 13, 2009

APA YANG KAU MAU?

pada pagi, mentari belum lagi menyapa tapi aku sudah terhalang langkah
aku mengumpul dedahan dan kau menyerak
aku menyemai benih dan kau menabur jelaga
aku menyiram dan kau membakar

baik
lakukan sajalah yang kau mau
biar bungaku kau rampas dari tangkainya
biar tamanku kau tebas sampai ratanya
biar semakku kau cabut sampai akarnya

lakukan saja
lakukan saja
dan setelah semuanya, maka jawab tanyaku
puaskah?



Monday, May 11, 2009

BELENGGU

bertanyaku pada terik panas
haruskah kita bersapa disini
entah, aku hanya menjalani garisku
bertanyaku pada embun yang membulir diujung rumput
dapatkah kau membulir di tempat lain
entah, aku mewujud disini lalu hilang tanpa makna
itu aku, pekikku
tapi aku hilang kata

Monday, May 4, 2009

SEPENGGAL KISAH: AKHIR SEBUAH EPISODE

SEPENGGAL KISAH: AKHIR SEBUAH EPISODE

Mentari bersinar redup, alun ombak perlahan menyenandungkan irama sendu. Sang bayu berhembus perlahan, amat perlahan, namun aku menggigil kedinginan.

Aku termangu di buritan, mengenang kembali awal perjalanan ini.

Sebuah sampan kecil yang kita kayuh bersama. Bertahan atas gempuran ombak dan badai. Mengayuh serempak, menuju pulau impian kita. Haluan kita begitu jelas, lurus, waktu itu ……………

Lantas aku merasa kayuhan kita tak lagi seirama. Duhai, sampan kecilku telah berubah menjadi kapal besar. Dan awak kapal kian banyak. Semua berusaha agar ayunan kapal tak memabukkan. Mematuhi perintah jurumudi………………………………
Debur ombak ini terlalu keras, jurumudi tak mendengar keluh para kelasi.

Pernah aku menghadap nakhoda, sekedar bernostalgia mengenang betapa dulu awak kapal ini begitu seia. Jawab sang nakhoda, kita bergerak maju, tidak berada dimasa lalu dan kita tidak akan kembali ke masa lalu. Kita bergerak menuju kejayaan. Ah haruskah itu suatu rasa asing satu sama lain.

Laut lepas ini begitu menggelora. Ombak besar senantiasa bergulung-gulung, maka aku tak mengerti mengapa beberapa kelasi bersiap menceburkan diri?
Bukankah ombak begitu besar, tak takutkah kalian dihempaskan pada tajamnya batu karang?
Bukankah laut tak berpeneduh, kemana kalian hendak berlindung saat hujan badai merajam?
Bukankah pusaran arus laut begitu kuat, bagaimana tangan-tangan lemah kalian hendak mengayuh tuk melawannya?

Lantas aku kembali menghadap nakhoda.
Aku berlutut.
Aku memohon.
Aku mendebat.
Aku menggugat.
Aku menghiba.
Aku memberi alasan.
Aku berjanji
Aku memberi garansi
Tolong jangan biarkan teman-temanku terjun ke laut lepas
Karena ombak diluar sana begitu mengerikan

Tidak, jawab sang nakhoda, kapal hanya membutuhkan awak yang bisa mengimbangi ayunan kapal.

Aku berdiri di buritan. Termangu ku menatap lautan luas. Aku tertegun, menyadari bahwa haluan kapalku tak lagi seperti dulu. Kapalku tak menuju pulau impianku. Kupandangi kayuh ditanganku. Duhai bagaimana kayuhku hendak mengembalikan haluan kapalku? Akupun merenung.

Tiba-tiba saja aku mengerti, bahwa menceburkan diri, merenangi lautan kearah pulauku sendiri adalah pilihan yang menggairahkan.
Maka dengan basmalah ku tekadkan tuk mengarungi lautan, entah aku tiba dipulauku dengan gemilang,
atau aku karam terhempas badai.

Karena aku terlalu lama berdiri di buritan. Memegangi kayuh usang yang tak lagi turut menentukan arah tujuan.


************************************


Sebuah jawaban atas pertanyaan yang tahun ini kerap terdengar: Bu Metty mau mengundurkan diri dari As-Sa’adah ya?
Setahun ini 43 kali saya mendengar pertanyaan tersebut (yang saya hitung, entah yang terlewatkan), dari orang tua murid kelas 1 sampai kelas 6, dari rekan guru (betapa beratnya meninggalkan kalian), dari siswa (pasti aku menangis mengenang kalian, belum berpisah aku sudah merindukan kalian) dari mereka yang sekarang berjuang diluar sana, bahkan dari orang yayasan.

Dan ketahuilah : SAYA TAK PERNAH MENIATKAN MESKIPUN PADA AKHIRNYA SAYA MEMUTUSKAN.

Gambar diambil di sini

********************************************

Alhamdulillah ada titik terang ^_^

Sunday, May 3, 2009

YANG TIDAK TERJADI DI JAMAN DULU

Nikmatnya menjadi guru SD adalah kesempatan untuk berinteraksi dengan manusia-manusia yang lugu dan tulus secara intens. Banyak hal mengharukan, menyenangkan bahkan menggelikan yang terjadi di sekolah. Berikut adalah beberapa kejadian di sekolah saya.

1. Pada tahun kedua sekolah kami (artinya baru terdapat siswa kelas 1 dan 2) Kepala sekolah kedatangan tamu dinas, seperti biasa disediakan sekedar suguhan dimeja. Seorang siswa kelas 1 masuk ke ruang tersebut dan bertanya pada kepala sekolah "itu apa pak?" sambil menunjuk piring di meja. "minta satu ya" katanya sambil langsung mengambil sebuah kue dan segera berlalu ke luar sebelum kepala sekolah sempat mengatakan apapun. Rupanya si anak bercerita pada teman-temannya kalau dia mendapat kue dari ruang kepala sekolah. Beberapa siswa lainnya segera menyerbu ruang kepala sekolah tanpa ba bi bu langsung mengambil kue tersebut dari piring dan segera berlari keluar. Betapa malunya kepala sekolah kami dan meminta maaf kepada si tamu. Untungnya tamunya faham dan menenangkan kepala sekolah dengan kalimat "namanya juga anak-anak........."

2. Suatu hari seorang ibu, orang tua dari siswi kelas dua menjemput anaknya di sekolah. Si ibu adalah tipe orang yang aktif dan punya banyak urusan. Sampai di sekolah dia ke ruang TU, ke ruang Kepsek ke koperasi sekolah dan masih pula mengurusi entah apa dengan sesama ibu-ibu wali murid. Merasa urusannya sudah selesai si ibu segera naik ke mobilnya dan berlalu dari halaman sekolah, lupa kalau anaknya belum naik ke mobil. Si anak berlari-lari mengejar mobil (ala film india) sambil berteriak-teriak "mamaaaaaa..........mamaaaaaa...................." si ibu tentu saja tidak mendengarnya dan terus berlalu.

3. Sewaktu mengajar di kelas 4, saya pernah menyuruh siswa-siswa untuk membuat prakarya pada mata pelajaran KTK (sekarang namanya SBK, waktu saya SD namanya keterampilan ^_^ ). Sambil mengumpulkan hasil karyanya seorang siswa saya berkata "bu guru saya doakan masuk neraka kalau memberi saya nilai jelek.........." ??????? Ketika saya tanya memang dia mau dikasih nilai berapa, dia cuma senyum-senyum saja.

4. Yang ini perlu jadi bahan renungan. Sewaktu mengajar di kelas 4, saya cukup akrab dengan siswa-siswa kelas 6. Suatu hari beberapa anak perempuan kelas 6 menghampiri saya. Salah seorang dari mereka berkata "bu, kita nonton film Tarik si Jabrik (atau mirip-mirip itulah judulnya) yuk. Habis itu kita makan di Yamin 88. Saya yang traktir deh" "Kamu ulang tahun?" "ngga, pengen saja, soalnya sama bunda ngga boleh kalau ngga sama orang dewasa" Saya menolak dengan halus, dalam hati bertanya-tanya memang berapa uang jajan yang diberikan orang tuanya sampai "kuat" untuk nraktir nonton sekaligus makan di tempat yang lumayan.

Wah, itu dulu saja deh, kalau diturutin susah berhenti malah ^_^



Gambar diambil di sini

Friday, May 1, 2009

INI HARIKU?

Tanggal ini bulan ini, setahun yang lalu, dari murid saya, saya mendapat setangkai bunga, sebuah surat, sebuah puisi, sekotak brownies dan 7 sms. Hari pendidikan nasional tahun ini tidak satu item pun yang saya absen tadi hadir.

Ada yang mau berbela sungkawa?